Dua Menteri Ini Dinilai Bertanggung Jawab Atas 3 Kali Terjadi Konstruksi Bangunan Ambrol
Tiga peristiwa ini menelan korban meninggal sia-sia serta luka-luka parah dan ringan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyedihkan dan memprihatinkan pengelolaan konstruksi di Indonesia. Teranyar ambrolnya tembok di jalan perimeter bagian selatan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Senin (5/2/2018).
Berdasarkan catatan Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing, kurang dari rentang satu bulan terakhir ini, tiga peristiwa runtuhnya bangunan konstruksi di ibukota dan di bandara internasional Soekarno-Hatta.
Yakni, pertama, kejadian crane ambruk di Proyek DDT PT KAI Matraman. Kemudian ambrolnya kanopi Bursa Efek Indonesia (BEI) di Tower II di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Dan terakhir ambrolnya tembok di jalan perimeter bagian selatan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.
"Tiga peristiwa ini menelan korban meninggal sia-sia serta luka-luka parah dan ringan. Keluarga yang ditinggal pasti dalam kesedihan. Ini tidak boleh terulang," ujar Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Selasa (6/2/2018).
Tiga peristiwa yang seolah beruntun ini, tegas dia, menunjukkkan manajamen konstruksi kita di Indonesia, khususnya bidang pengawasan konstruksi bangunan, sangat buruk dari kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian BUMN.
Minggu lalu, Tim ahli dari Lembaga EmrusCorner juga melakukan analisis dan sangat persuasif mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab atas kegagalan menajemen konstruksi di Indonesia.
Hal ini tak lain agar pihak-pihak yang bertanggungjawab, misalnya Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN, melakukan langkah-langkah antisipatif dan atau evaluasi terhadap seluruh konstruksi yang akan dikerjakan, sedang dibangun, dan yang sudah selesai.
Nyatanya, lanjutnya, ambrol tembok di jalan perimeter bagian selatan Bandara Soekarno-Hatta.
Oleh sebab itu, Lembaga EmrusCorner menilai yang paling bertanggungjawab atas kegagalan manajemen konstruksi dari tiga peristiwa di atas yaitu dua menteri yaitu, Menteri PUPR dan Menteri BUMN.
"Sangat sulit diterima akal sehat bilamana ke depan kedua menteri ini menciptakan argumentasi sebagai tindakan “cuci tangan” untuk menghindari tanggung jawab," tegas Emrus.
Mengingat imbuhnya, ketiga peristiwa ini sangat berdekatan. Dan ini menunjukkan kedua Menteri tidak melakukan fungsi pengawasan yang memadai.
Karena itu, menurutnya, sangat wajar kedua Menteri sejatinya secara satria dan dalam waktu sesingkat-singkatnya meminta maaf kepada keluarga korban dan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Setelah pernyataan maaf, lanjut dia, saat itu juga kedua Menteri sebaiknya meletakkan jabatannya, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban publik.
"Jangan menambah beban politik Presiden dengan menunggu reshuffle. Ini tidak baik," pesannya.
"Bilamana kelak ada masalah pelanggaran hukum yang terkait dnegan jabatan kedua menteri, biarkan aparat hukum bekerja secara netral dan professional," ujarnya lebih lanjut.