Sebelum Ada Solar Lantern, Nelayan Desa Riangbura Terbatas Bekerja Di Malam Hari
Andreas Tutumuda (53), seorang warga Desa Riangbura, yang memiliki profesi sebagai nelayan, mengaku terbantu dengan adanya solar lantern.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, FLORES - Masih banyaknya wilayah di pelosok tanah air yang memiliki keterbatasan infrastruktur penerangan, membuat sejumlah pihak turut memberikan perhatian dalam upaya memajukan sumber daya manusia melalui cara donasi.
Satu diantaranya perusahaan elektronik asal Jepang, Panasonic.
Perusahaan tersebut memberikan sekira empat ratusan solar lantern kepada masyarakat di sejumlah desa yang tersebar di Kecamatan Ile Bura, salah satunya Desa Riangbura.
Baca: Menteri Perhubungan Pastikan Peratuan Menteri Nomor 108 Tahun 2017 Tidak Bakal Dicabut
Andreas Tutumuda (53), seorang warga Desa Riangbura, yang memiliki profesi sebagai nelayan, mengaku terbantu dengan adanya solar lantern.
Menurutnya, lampu yang menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi itu bisa membantu dirinya dan rekan nelayan lainnya dalam menjahit jala di malam hari.
Hal itu karena sebelumnya, ia tidak melakukan kegiatan tersebut pada malam hari karena tidak adanya pencahayaan yang cukup.
Sebelum ada solar lantern, ia biasa menggunakan lampu minyak yang mudah padam jika terkena angin.
Baca: Guyonan Romy Saat Verifikasi Faktual: Pengurus PPP Lebih Takut Sama KPU Daripada Sama Ketua Umum
Selain itu, asap yang dihasilkan lampu minyak juga menurutnya sangat mengganggu.
Pekerjaan menjahit jala yang rusak disela kegiatannya melaut itu biasa dilakukan pada siang hari.
"Tidak (ada solar lantern), kalau malam nggak ada kegiatan ini, ini siang kalau kami ada waktu, kami kerja sendiri (jahit jala)," ujar Andreas, saat ditemui di rumahnya di Desa Riangbura, Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018).
Ia kemudian menambahkan, dirinya hanya melaut bersama 14 nelayan lainnya di desa itu.
Pekerjaan sebagai nelayan pun, kata Andreas, hanya sebagai mata pencaharian musiman, lantaran saat ini tengah memasuki musim barat di mana cuaca menjadi sangat dingin dan biasanya disertai angin kencang.
Baca: PDIP: Jokowi Pasti Bijak dan Proporsional Lihat Aktifnya Puan di Partai
"Kami ada kurang lebih 15 orang, hanya kami (menjadi) nelayan ini musiman, musim barat ini kami tidak terlalu (melaut) karena angin besar," jelas Andreas.
Ia menambahkan, dari 182 Kepala keluarga (KK), hanya 15 orang saja di Desa Riangbura yang menjadi nelayan.
Selebihnya memiliki beragam pekerjaan, mulai dari bercocok tanam, hingga membuat bubu yakni perangkap tradisional untuk menangkap ikan di laut.
"192 kk, cuma 15 (orang) yang (menjadi) nelayan, karena kebanyakan (ada yang menjadi) petani, kebanyakan juga bikin bubu, masing-masing bakatnya," jelas Andreas.
Pekerjaan sebagai nelayan juga dilakukan masing-masing, tidak seperti kaum ibu di desa itu yang menenun secara beekelompok.
"Nggak ada kelompok kayak ibu-ibu tenun, mereka (nelayan) hanya sendiri, masing-masing," kata Andreas.
Andreas merupakan salah satu warga Desa Riangbura yang merasa aktivitasnya terhambat karena keterbatasan pencahayaan.
Desa Riangbura yang terletak di Kecamatan Ile Bura, merupakan desa yang jaraknya cukup jauh dari pusat kota Flores.
Jika menempuh perjalanan darat dari Maumere ke desa tersebut, membutuhkan waktu selama dua jam dan harus melewati jalur Trans Flores.
Kendala lainnya yang dihadapi jika hendak berkunjung ke Kecamatan Ilebura adalah angin kencang yang sering mengakibatkan pohon tumbang.
Tidak heran, karena kawasan itu berada tepat di pesisir pantai.
Namun tumbangnya pohon berimbas pada pasokan listrik ke desa-desa yang berada di Ilebura, hal itu karena gardu listrik untuk Ilebura masuk dalam wilayah Larantuka, sehingga jika Larantuka mengalami pemadaman listrik, maka Ilebura pun akan terkena dampaknya.
Panasonic pun telah memberikan empat ratusan lampu yang disebut solar lantern sebagai salah satu cara peduli terhadap kemajuan masyarakat di daerah tersebut.
Melalui 'Proyek 100 Ribu Solar Lanterns', Panasonic ingin merubah kebiasaan masyarakat di desa terpencil di Flores Timur agar bisa menjalankan kegiatan pada malam hari, seperti masyarakat lainnya.
Panasonic pun telah memberikan total 10.084 solar lantern ke seluruh pelosok tanah air melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Very50 serta perusahaan sosial setempat.
5 ribu diantaranya, didistribusikan pada 2016 lalu, termasuk diantaranya adalah empat ratusan yang didonasikan ke Flores Timur.
Seperti yang disampaikan oleh Leader Emerging Market and Social Innovation Program Management Section Panasonic, Halhisa Okuda.
"Ada 10.084 lentera yang telah diberikan ke Indonesia sejak 2013 lalu, dari 10 ribu (lentera yang disumbangkan ke Indonesia) itu, lima ribunya didistribusikan pada 2016 ya," jelas Okuda.
Sejak 2013 lalu, Indonesia menjadi satu dari 30 negara yang mendapatkan donasi lampu yang menggunakan sinar matahari sebagai energi itu.