Pilkada Serentak
Fahri Sebut Usulan Polisi Jadi Pejabat Gubernur Bagian Dari Konsolidasi Jokowi
Fahri meminta presiden Jokowi menjelaskan langkah yang diambil Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo atas usulan tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fahri Hamzah menilai usulan dua perwira tinggi kepolisian menjadi Penjabat (Pj) Gubernur yang menggelar Pilkada sangat menggangu dan memicu kecurigaan.
Salah satu kecurigaan yakni usulan merupakan bagian dari konsolidasi presiden Joko Widodo dalam menghadapi Pemilihan presiden 2019. Apalagi sebelumnya Jokowi telah mentolelir dua menterinya rangkap jabatan sebagai pengurus partai.
"Dulu Pak Jokowi dicurigai karena (menteri) enggak boleh rangkap jabatan. Sekarang boleh rangkap jabatan. Jadi ini muaranya itu konsolidasi Pak Jokowi. Orang curiganya itu loh. Kita sulit mencegah Pak Jokowi melakukan konsolidasi tapi caranya adalah melanggar aturan maupun apa yang sudah dia komit dari awal. Ini kan juga jadi problem," kata Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (26/1/2018).
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengusulkan dua jenderal bintang tiga kepolisian yakni Asisten Operasi Kapolri Irjen Pol Mochmad Iriawan sebagai pejabat Gubernur Jawa Barat, serta kadiv Propam Irjen Martuani sormin sebagai pejabat Gubernur Sumatera Utara.
Baca: Api Hanguskan Rumah Sakit di Korea Selatan, 41 Orang Tewas
Fahri meminta presiden Jokowi menjelaskan langkah yang diambil Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo atas usulan tersebut. Agar nantinya tidak menimbulkan kecurigaan publik.
"Karena ini argumen datangnya belakangan dan tidak meyakinkan lagi. Saya khawatir kita tetap curiga sampai hari pilkada," katanya.
Menurut Fahri bila nantinya ada Jenderal Polisi yang menjadi pejabat Gubernur akan membuat Pilkada justru tidak aman. Publik akan bertindak curang dalam Pemilu karena kecurigaan adanya ketidaknetralan yang dilakukan pemerintah. Terutama di Jawa Barat yang mana terdapat calon Gubernur yang berlatar belakang kepolisian yakni Anton Charliyan.
"Jadi justru keberadaan plt yang non (sipil) ini menjadi tidak aman. Siapa yang menjamin itu semuanya. Jadi ada konflik yang terus menerus yang harus diselesaikan, antara kecurigaan publik yang nanti ini akan bertindak tidak netral dengan pandangan pemerintah seolah-olah ini harus ada antisipasi. Saya lebih pro kepada perasaan publik. Bahwa lebih baik kita curiga bahwa ini nanti jadi tidak netral," katanya.