Kamis, 2 Oktober 2025

Menanti Keberanian Airlangga Pilih Pengurus Golkar Dari Kader Pejuang Bersih

Menteri Perindustrian itu acapkali mengumandangkan Golkar “Bersih” sebagai branding baru.

Editor: Johnson Simanjuntak
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto resmi mengumumkan Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo sebagai ketua DPR pengganti Setya Novanto di ruang rapat Fraksi Golkar, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/1/2018). Bambang Seosatyo diminta agar dalam menjalankan tugas dan kewajiban dapat menjaga selalu integritas dan kehormatannya sebagai Ketua DPR RI, sekaligus sebagai kader agar selalu dapat menjaga dan menaikan citra Partai Golkar. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto (AH), senantiasa mengusung jargon perubahan di partai berlambang beringin pasca-terpilih menggantikan Setya Novanto.

Menteri Perindustrian itu acapkali mengumandangkan Golkar “Bersih” sebagai branding baru. Branding tersebut, sangat bagus dan mampu mengangkat elektabilitas partai.

Karena menurut Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing, belum lama setelah pengangkatan AH menjadi Ketum Golkar, elektabilitas Golkar langsung bergerak naik.

Tentu, menurut Emrus, respon positif dari masyarakat tersebut harus dirawat dengan kebijakan, program dan perilaku politik seluruh kader Golkar ke depan, utamanya dalam menyusun komosisi kepengurusan DPP.

"Bila tidak dirawat, bisa terjadi elektabilitas Golkar kembali menurun drastis. Sebab, harus diakui bahwa Golkar saat ini berada pada proses pemulihan sehingga perlu langkah kehati-hatian," ujar Emrus kepada Tribunnews.com, Rabu (17/1/2018).

Sebagai contoh, demikian ia mencontohkan, bahwa pekan ini ada reaksi publik tentang pengangkatan Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR-RI.

Baca: Ketika Oesman Sapta Dirangkul oleh Wiranto di Istana

Pandangan miring muncul dari bebagai kalangan terkait pengangkatan Bamsoet demikian sapaannya. Ada yang mengatakan, pengangkatan Ketua Komisi III DPR RI itu oleh Golkar menjadi Ketua DPR-RI, sebagai menggali kubur sendiri.

LSM anti korupsi pun menyarankan agar Bamsoet ditarik kembali dari kursi Ketua DPR-RI. Bahkan KPK menegaskan tetap memeriksa Bamsoet dalam kasus e-KTP. Reaksi ini sebagai bukti penolakan BS sebagai Ketua DPR-RI.

Tentu, menurutnya, ini menjadi embrio beban bagi Airlangga untuk memimpin Golkar dan menghadapi persaingan politik pada Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Karena itu, imbuhnya, respon publik yang kurang produktif terkait pengangkatan Bamsoet tersebut, harus menjadi perhatian serius dan utama bagi Airlangga dalam menyusun kepengurusan DPP agar partai ini tidak tersandera oleh rekam jejak seseorang atau beberapa orang yang kurang baik yang duduk di struktur partai. Misalnya, berpotensi menjadi tersangka di KPK.

Untuk itu, menurut hemat Emrus, dalam menempatkan sesorang di kepengurusan DPP Golkar, utamanya pada posisi strategis seperti Sekjen, Bendahara, dan ketua-ketua bidang, harus berbasis paling tidak pada empat hal berikut ini.

Pertama, bersih dari perilaku koruptif. Untuk itu, sebelum mengangkat seseorang duduk di posisi tertentu di DPP Golkar, sebaiknya Airlangga meminta masukan dan informasi dari KPK tentang pontensi orang tersebut terlibat korupsi.

Kedua, tim kepengurusan DPP sejatinya orang yang berjuang selama ini menggelorakan Golkar “bersih”.

"Menurut pengamatan saya, tidak sedikit kader Golkar yang punya idealisme dan integritas kukuh," jelasnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved