KPU Harus Ubah Beberapa Aturan Sikapi Putusan MK Terkait Verifikasi Faktual
"Saya harus mengubah beberapa PKPU, misalnya PKPU tentang verifikasi parpol,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait verifikasi faktual turut berdampak pada peraturan yang diteerbitkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya harus mengubah beberapa PKPU, misalnya PKPU tentang verifikasi parpol," kata Ketua KPU, Arief Budiman, di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Baca: Eggi Curigai Keterkaitan BSSN Dalam Penutupan Beberapa Akun Facebook Umat Islam
Arief menuturkan, adanya putusan MK terkait verifikasi parpol, pihaknya harus mengatur dalam PKPU khususnya terkait tahapan Pemilu.
Menurutnya, putusan MK terkait verifikasi parpol memiliki dampak yang cukup luas.
"Jadi ini sudah melibatkan banyak hal, tidak sesederhana yang dipikirkan. Kita masih akan pahami dulu," katanya.
Baca: Kemenkes Targetkan Imunisasi Difteri Capai 90 Persen Pada Januari Ini
Diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa seluruh partai politik calon peserta pemilihan umum (Pemilu) 2019 harus mengikuti verifikasi faktual.
Hal itu sesuai dengan putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi pasal 173 ayat (1) sepanjang frasa 'telah ditetapkan' dan (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca: Pemotor Remas Payudara Seorang Karyawati yang Sedang Berjalan Kaki di Siang Bolong
Uji materi Pasal 173 ayat (1) dan (3) diajukan oleh Partai Islam Damai Aman (Idaman) yang diwakili Rhoma Irama yang berkedudukan sebagai Ketua Umum dan Ramdansyah yang berkedudukan sebagai Sekretaris Jenderal.
Baca: Payudara Diremas Pemotor, Korban Awalnya Mengira Pelaku Ojek Online yang Mau Tanya Alamat
Perkara tersebut teregistrasi dengan Nomor 53/PUU-XV/2017.
"Menyatakan frasa 'telah ditetapkan' dalam Pasal ayat (1) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nommor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis, Arief Hidayat, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (11/1/2018).