Sabtu, 4 Oktober 2025

Polemik Luhut-Susi, Bentuk Kelemahan Koordinasi Antar-Kementerian

Sa'adi mengatakan bahwa seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Hal itu dinilai dapat menimbulkan potensi kegaduhan.

Editor: Johnson Simanjuntak
Adiatmaputra Fajar
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IV Fraksi PPP DPR RI, Zainut Tauhid Sa'adi, menanggapi polemik antara Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, terkait pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia.

Sa'adi mengatakan bahwa seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Hal itu dinilai dapat menimbulkan potensi kegaduhan.

"Itu juga bisa dinilai sebagai bentuk kelemahan koordinasi antar kementerian dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia," ujar Sa'adi, dalam keterangan, Kamis (11/1/2018).

Menurutnya, sangat tidak elok mempertontonkan perbedaan pandangan kepada publik dalam masalah penegakan hukum.

Apalagi, urai Sa'adi, subyek hukumnya adalah kapal asing (WNA). Hal tersebut juga bisa ditafsirkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam upaya penegakan hukum.

Baca: PKB Sebut Pilgub Jateng dan Jatim Butuh Figur Perempuan

Terkait dengan pembakaran dan atau penenggelaman kapal sebagai upaya penegakan hukum, sudah sesuai dengan UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan Pasal 69 ayat (4) "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup".

Juga diatur dalam Pasal 76A "Benda dan/atau alat yang digunakan dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri".

Memang pembakaran dan atau penenggelaman kapal, kata Sa'adi, bukan satu-satunya bentuk hukuman yang dapat diterapkan.

Hakim pengadilan juga bisa menggunakan Pasal 76C (1) "Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dapat dilelang untuk negara". Atau Pasal 76C ayat (5) "Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan/atau koperasi perikanan".

Menurutnya, ada dua hal yang berbeda antara upaya penegakan hukum dengan upaya peningkatan produksi. Untuk penegakan hukum sepanjang sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk law enforcement untuk menjaga kedaulatan laut.

"Sedangkan untuk peningkatan produksi, pak Luhut harus lebih mengkritisi kebijakan KKP yang justru banyak menghambat sektor produksi perikanan, yaitu berbagai peraturan menteri KP yang selama ini banyak menimbulkan kontroversi," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved