Pilkada Serentak
Kata Jusuf Kalla Soal Jenderal TNI dan Polri Ikut Pilkada 2018
Menurut Kalla, ikutnya TNI atau Polri dalam Pilkada, karena tidak ada sekolah khusus untuk menjadi kepala daerah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat Jenderal akan meramaikan Pemilihan Kepala Daerah 2018.
Empat jenderal itu terdiri dari satu jenderal TNI dan tiga Jenderal Polisi.
Banyak pihak menilai turunnya sejumlah jenderal di Pilkada menandakan kaderisasi partai politik tidak berjalan baik.
Menanggapi hal tersebut Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berpandangan lain.
Ia mengatakan menjadi hak warga negara baik itu polisi atau TNI untuk ikut dalam kontestasi Pemilu.
"Tentu sebagai warga negara, polisi dan tentara warga negara jadi berhak, tapi internal mereka harus keluar begitu dia mencalonkan," kata Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa, (9/1/2018).
Menurut Kalla, ikutnya TNI atau Polri dalam Pilkada, karena tidak ada sekolah khusus untuk menjadi kepala daerah.
Selain itu jabatan bupati atau gubernur sekarang ini merupakan jabatan politik bukan jabatan karir.
"Beda dengan jaman dulu, kalau jaman dulu kan karir naik ke atas dari camat, ke bupati, terus ke gubernur. Sekarang ini kan pemilihnya terbuka," katanya di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa, (9/1/2017).
Sehingga kata Kalla, sekarang ini tidak hanya tentara atau polisi yang dapat memeriahkan pesta demokrasi. Berbagai latar belakang dapat ikut serta, mulai dari Kiai hingga pengusaha.
"Sekarang ini kan pemilihnya terbuka. Jadi siapa saja memiliki kemampuan, dikenal dan memiliki leadersip bisa terpilih," pungkasnya.
Empat jenderal TNI atau Polri aktif yang akan meramaikan Pilkada 2018 sehingga harus mundur dari kedinasannya yakni, Letnan Jenderal TNI Edy Rahmayadi yang maju dalam Pilgub Sumatera Utara, Irjen Pol Safaruddin yang menjadi Cagub Kaltim, Irjen Anton Charliyan yang maju dalam Pilgub Jabar, dan Irjen Murad Ismail di Pilgub Maluku.