Minggu, 5 Oktober 2025

Korupsi Proyek RSUD

Kini Bupati HST Abdul Latif Jadi Tersangka, Meski Penangkapannya Sempat Diprotes

Jumat sore, akhirnya Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan Abdul Latif meninggalkan kantor KPK dengan mengenakan rompi tahanan.

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bupati Hulu Sungai Tengah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Abdul Latif (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (5/1/2018). KPK menetapkan empat orang tersangka dengan Commitment fee sebesar Rp 3,6 Miliar yang diduga sebagai uang suap pembangunan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (5/1/2018) sore, akhirnya Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan Abdul Latif meninggalkan kantor KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye.

Ia pun pasrah dan hanya mengacungkan jempol tangan saat digiring petugas KPK ke mobil tahanan.

Abdul Latif selaku bupati adalah satu di antara enam orang yang sehari sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK melakukan praktik dugaan suap di HST, Kalimantan Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.

Pukul 15.53 WIB, Abdul Latif yang mengenakan rompi tahanan warna oranye keluar dari kantor KPK. Ia hanya membawa tas selempang di bahu kirinya.

Tiga petugas KPK mengawal dan menggiring Abdul Latif ke mobil tahanan.

Ia pun hanya tersenyum seraya mengacungkan jempol tangan.

Sejumlah awak media menanyakan Abdul Latif tentang kasus yang membuatnya terjaring OTT tim KPK namun Abdul Latif irit bicara.

"Semoga masih ada keadilan," ujar Abdul Latif.

Baca: Soekarno Hatta Bandara Tersibuk Ketiga di Dunia, Jepang Kuasai Ketepatan Waktu Penerbangan

Selanjutnya, petugas memasukkannya ke dalam mobil tahanan.

Abdul Latif akan ditahan di Rutan KPK yang berada persis di belakang gedung lembaga antirasuah tersebut.

Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif menunjukkan jempol dan mengenakan rompi oranye tahanan KPK saat keluar pada Jumat (5/1/2018) pukul 16.00 WIB.
Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif menunjukkan jempol dan mengenakan rompi oranye tahanan KPK saat keluar pada Jumat (5/1/2018) pukul 16.00 WIB. (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)

Enam orang yang terjaring OTT oleh tim KPK di HST dan Surabaya pada Kamis kemarin, termasuk Bupati Abdul Latif, menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam di kantor KPK.

Keenamnya ditangkap dengan barang bukti uang ratusan juta rupiah.

Uang tersebut diduga bagian suap dari total Rp 1 miliar lebih commitment fee terkait pembangunan RSUD H Damanhuri Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.

Dengan penahanan ini, Bupati Abdul Latif telah resmi menyandang sebagai tersangka dan tahanan KPK.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan mengenai awal mula penangkapan Abdul Latif.

Elite partai Berkarya tersebut kata Febri dicokok penyidik saat memimpin rapat tentang pelayanan publik.

"Bahas soal air, jadi penangkapan sempat diprotes karena katanya tidak ada pemberitahuan," ujar Febri.

Baca: Diperiksa KPK 8 Jam Lamanya, Zumi Zola Sempat Minta Izin Salat Jumat

Berikut kronologis OTT:
1. Tanggal 4 Januari 2018, sekitar pukul 09.20 WIB, Tim KPK mengamankan Direktur
Utama PT Menara Agung Donny Winata di Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur saat akan terbang ke Banjarmasin.
Pada waktu hampir bersamaan, tim KPK lainnya menangkap Ketua KADIN Barabai, Fauzan Rifani, di rumahnya di Jalan Surapati, Kecamatan Batang Alai Selatan, Kabupaten, HST, Kalsel.
Petugas menyita beberapa buku tabungan Bank Mandiri dari rumahnya.

2. Selanjutnya, tim KPK mengamankan Bupati HST, Abdul Latif di kantor bupati.
Kemudian tim KPK membawa Abdul Latif ke Rumah Dinas Bupati.
Dari lokasi tersebut, diamankan uang Rp 65.650.000 di brankas dan sejumlah buku tabungan berbagai bank, termasuk salah satu buku tabungan Fauzan Rifani.

3. Selanjutnya, tim KPK mengamankan Direktur Utama PT Sugriwa Agung, Abdul Basit, di Pasar Khusus Murakata Barat, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Terakhir, tim KPK mengamankan PPK Pemkab Hulu Sungai Tengah, Rudy Yushan Afarin dan konsultan pengawas bernama Tukiman, yang tengah berada di ruang kerja Rudy Yushan Afarin di RSUD H Damanhuri, Barabai.

Bupati Hulu Sungai Tengah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Abdul Latif (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2018). KPK menetapkan empat orang tersangka dengan Commitment fee sebesar Rp 3,6 Miliar yang diduga sebagai uang suap pembangunan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bupati Hulu Sungai Tengah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Abdul Latif (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/1/2018). KPK menetapkan empat orang tersangka dengan Commitment fee sebesar Rp 3,6 Miliar yang diduga sebagai uang suap pembangunan RSUD Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan dan Surabaya.

Baca: Golkar Tetapkan Deddy Mizwar Cagub Jabar, Dedi Mulyadi Tak Masalah Jadi Cawagub

Mereka adalah Bupati Hulu Sungai Tengah periode 2016-2021 Abdul Latif (ALA); Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Hulu Sungai Tengah Fauzan Rifani (FRI); dan Direktur Utama PT Sugriwa Agung, Abdul Basit (ABS) yang ditangkap di Kalimantan Selatan. Sementara satu tersangka sebagai pemberi adalah Donny Winoto (DON) yang merupakan Direktur Utama PT Menara Agung yang ditangkap di Surabaya.

Pernah Korupsi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo membeberkan fakta bahwa Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) di Kalimantan Selatan, Abdul Latif (ALA) pernah menjalani hukuman 1,5 tahun penjara.

Ia tersangkut dalam kasus korupsi Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMAN 1 Labuan Amas Utara dengan anggaran Rp 711.880.000 pada tahun 2005-2006.

"Saat itu Abdul Latif menjabat sebagai kontraktor swasta dan proyek itu tidak selesai sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Setelah menjalani hukuman pada tahun 2005 sampai 2006, ALA mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan terpilih sebagai anggota DPRD Kalimantan Selatan periode 2014-2019 daerah pemilihan IV meliputi Kabupaten Tapin, HST, dan Hulu Sungai Selatan."ujar Agus.

"Setahun setelah menjadi anggota DPRD Kalimantan Selatan beliau mencalonkan diri menjadi calon bupati HST periode 2016-2021 dan terpilih kemudian dilantik pada Februari 2016 lalu. Sementara Donny Winoto yang ditangkap di Surabaya merupakan kontraktor swasta yang menangani cukuo banyak proyek di HST," tambah Agus.

Baca: Kesalahan Sistem Warning Gempa di Jepang Bikin Panik Banyak Orang

Hal itu bagi Agus Rahardjo merupakan peringatan bagi setiap warga Indonesia untuk mengenal secara baik calon pemimpin daerah yang akan mereka pilih.

"Ini merupakan peringatan bahwa kita harus mengetahui "track record" semua orang, sehingga kita bisa mempercayakan amanah membangun daerah kita masing-masing kepada mereka. Mari kita pilih orang yang benar-benar baik dan tidak cacat hukum," tegas Agus Rahardjo.

Tidak hanya itu, Agus juga menyebut Abdul Latif pernah mengikuti program pencegahan korupsi di daerah yang digagas KPK.

Agus Rahardjo membeberkan bahwa sebelumnya Deputi Bidang Pencegahan KPK telah menandatangani kerjasama di bidang Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Kosupgah) dengan yang bersangkutan.

"Kerja sama itu berupa pendampingan dari KPK di bidang e-planning dan e-budgeting; perizinan terpadu satu pintu; transparansi pengadaan barang dan jasa; tambahan penghasilan pegawai; dan penguatan kapasitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Kita sudah saksikan sendiri, walaupun ada kerjasama, ada tanda tangan pakta integritas, dan ada komitmen tapi kejadian seperti ini tetap berlangsung termasuk di HST. Komitmen harus diikuti kemauan keras, bukan hanya formalitas dan seremonial belaka," tegas Agus.

Ia mencontohkan kasus lain seperti Bupati Klaten Sri Hartini yang menandatangani pakta integritas di Kantor KPK dan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti yang kemudian terpaksa harus terjaring dalam operasi tangkap tangan KPK.

"Harus ada kemauan kuat untuk membangun daerah, bangsa, dan negaranya. Tidak hanya sekadar seremonial belaka," ujarnya. (Abdul Qodir/Rizal Bomantama)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved