Jumat, 3 Oktober 2025

2017, Kepemimpinan Terburuk DPR Sepanjang Sejarah

dalam hal kepemimpinan DPR, tahun 2017 menjadi tahun terburuk dalam sejarah.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS/HERUDIN
ilustrasi.Terdakwa Setya Novanto menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi atau keberatan atas dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/12/2017). Setya Novanto keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang mendakwa dirinya atas kasus korupsi KTP elektronik dengan ancaman hukuman maksimal berupa pidana penjara selama 20 tahun. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan catatan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) tiga hal menjadi sorotan DPR selama 2017 ‎.

Diantaranya, kepemimpinan DPR, Kode Etik DPR, dan kehadiran anggota DPR pada sidang-sidang paripurna.

Peneliti Formappi, I Made‎ Leo Wiratma mengatakan dalam hal kepemimpinan DPR, tahun 2017 menjadi tahun terburuk dalam sejarah.

"Selain karena tidak profesional dan gonta-ganti pimpinan, beberapa pimpinan justru tersangkut masalah pribadi, termasuk kasus hukum, bahkan beberapa kali diadukan ke MKD karena melakukan pelanggaran etik," ujar Wiratma di Kantor Formappi, Kawasan Matraman, Jakarta Timur, Kamis, (21/12/2017).

Para pimpinan DPR juga kerap tidak konsisten dalam menyampaikan sikap. Salah satu contohnya dalam hal aksi demonstrasi dan penyampaian aspirasi yang dilakukan Forum Umat Islam (FUI).

Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan antusias menerima dan tegas mendukung penuh aspirasi tersebut.

Baca: Sistem Pengamanan Ketat Diskotek MG Buat Petugas Sulit Deteksi Laboratorium Narkoba

Di sisi lain, Ketua DPR Setya Novanto berpendapat bahwa aksi demonstrasi itu mestinya tidak dilakukan karena pembahasan soal angket DPR terkait pencopotan Ahok sedang dalam proses di DPR.

‎"Perbedaan sikap antar pimpinan DPR boleh saja tetapi itu harus diselesaikan dalam rapat pimpinan dan setelah keputusan didapat maka sikap keluar harus satu sesuai keputusan itu," katanya.

Kondisi seperti itu menurut Wiratma menunjukan pimpinan DPR tidak dapat menyelesaikan masalah di internal mereka.‎

Hal tersebut menjadi pertanyaan, karena bagaimana mungkin dapat mengatur masalah di DPR secara keseluruhan, sementara masalah di internal pimpinan saja tidak dapat diselesaikan.

"DPR adalah lembaga negara, bukan milik keluarga yang dalam mengambil keputusan dan pengelolaannya dapat dilakukan semaunya‎," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved