Minggu, 5 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Ini Pertimbangan Hakim Ketua Perkara Setya Novanto Dijabat Ketua Pengadilan

Menurut Ibnu, penetapan majelis hakim memang menjadi hak prerogatif ketua pengadilan.

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
Eri Komar Sinaga/Tribunnews.com
Humas Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ibnu Basuki Wibowo, di kantornya, Jakarta, Kamis (7/12/2017). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Yanto menjadi hakim ketua yang akan menyidangkan perkara dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dengan terdakwa Ketua DPR RI Setya Novanto.

Humas Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ibnu Basuki Wibowo mengaku tidak tahu secara rinci mengenai penunjukan Yanto sebagai hakim ketua.

Menurut Ibnu, penetapan majelis hakim memang menjadi hak prerogatif ketua pengadilan.

"Oh itu adalah hak prerogatif ketua. Penetapan majelis prerogatif ketua. Beliau mempertimbangkan itu yang terbaik," kata Ibnu Basuki di kantornya, Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Ibnu Basuki mengatakan Yanto memiliki latar belakang yang bagus karena beberapa kali telah menjabat sebagai ketua pengadilan.

Pada dua perkara yang sama untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, hakim ketua adalah Jhon Halasan Butar Butar.

Baca: KPK Siapkan Dalil Hukum Sampai Dua Gunung di Praperadilan Setya Novanto

Perkara Irman dan Sugiharto sudah dalam tahap banding sementara perkara untuk Andi Narogong masih tahap tuntutan yang akan dibacakan hari ini.

Jhon Halasan Butar Butar tidak lagi memegang kasus tersebut karena mendapat promosi menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Pontianak. Sementara empat anggota majelis hakim masih diisi oleh komposisi yang sama.

Keempat hakim anggota tersebut adalah Frangki Tambuwun, Emilia Djaja Subagia dan dua hakim ad hoc Anwar dan Ansyori Syaifuddin.

Kata Ibnu, hakim yang sama untuk perkara yang sama namun terdakwa yang berbeda memang dianjurkan karena akan memudahkan jalannya persidangan.

"Justru itu kalau perkara yang sama di-split itu relatif hakim yang telah menangani perkara tersebut itu dianjurkan karena relatif lebih menguasai. Kecuali ada hal khusus seperti Pak Jhon Halasan yang sebagai hakim tinggi Pontianak dimutasi sebagai hakim di pontianak nah diganti langsung oleh ketua pengadilan Pak Doktor Yanto," ujar Ibnu Basuki.

Dalam berkas perkara yang dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP disangka melakukan perbuatan memperkara diri sendiri atau korporasi.

Pada berkas yang dilimpahkan tersebut, pasal yang dikenakan terhadap Novanto adalah Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam berkas perkara nomor BP-91/23/11/2017 tersebut, Setya Novanto diduga turut bersama-sama melakukan perbuatan korupsi dengan Andi Agustinus alias Anri Narogong, Irman saat menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Pada perkara korupsi e-KTP, negara dihitung menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved