Senin, 6 Oktober 2025

Din Syamsuddin Curiga MK Gelar Sidang Terkait KTP Penghayat Kepercayaan Secara Diam-diam

Pasalnya selama sidang, pihak terkait, termasuk Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin dan perwakilan umat Islam, tidak diundang.

Editor: Johnson Simanjuntak
Nurmulia Rekso Purnomo/Tribunnews.com
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya memutuskan penghayat kepercayaan boleh dicantumkan di KTP, berlangsung secara diam-diam menurut Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin.

Pasalnya selama sidang, pihak terkait, termasuk Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin dan perwakilan umat Islam, tidak diundang.

"Kenapa diam-diam, curiga kenapa diam-diam, untuk apa dia diam-diam, tanya ke sana," ujar Din Syamsuddin kepada wartawan, usai memimpin rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI yang membahas hak kepercayaan dan penghayat, di kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (11/22/2017).

Penghayat kepercayaan boleh mencantumkan identitasnya di kolom agama yang terdapat di KTP, adalah keputusan MK, terkait gugatan uji materi pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta pasal 64 ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.

Baca: Sandi Bantah PPSU Dikelola Pihak Swasta, Malahan Ingin Dijadikan PNS

Din Syamsuddin mengaku yakin, tafsir para hakim MK terkait agama dan kepercayaan, tidak lah tepat. Ia mengingatkan, bahwa di TAP MPR nomor 4 tahun 1976, disebutkan bahwa aliran kepercayaan itu bukan agama, dan tidak bisa disetarakan dengan agama. Sementara di pasal 29 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, diatur bahwa setiap warga negara bebas menjalankan ibadahnya sesuai keyakinan masing-masing.

"Selama ini ada kesepakatan, kepercayaan itu kembali pada agama, kepercayaan pada agama-agama. Kalau (dalam) putusan MK ada tafsir baru, ini kita pertanyakan," katanya.

Terkait keberadaan aliran kepercayaan, Din Syamsuddin menegaskan bahwa pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan tentang keberadaan aliran penghayat dan kepercayaan itu.

Namun yang ia sayangkan, adalah proses sidang MK yang berjalan seccara diam-diam, sehingga para hakim MK bisa memberikan tafsir yang menurutnya tidak tepat.

"MK sebagai pengawal dan penjaga konstitusi, tidak boleh menyimpang dari apa yang sudah disepakati, memang kosntitusi bisa interpretable (red: bisa diinterpretasikan), tapi kalau ada kesepakatan sebelumnya, terutama faunding father (red: bapak bangsa), jangan itu dilanggar," ujarnya.

Dewan Pertimbangan MUI menurut Din Syamsuddin, akan mengusulkan ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) MUI, untuk mengeluarkan kebijakan dan imbauan, agar putusan MK itu tidak langsung diterapkan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved