Kamis, 2 Oktober 2025

Korupsi KTP Elektronik

Pergantian Ketua DPR Lebih Mudah Jika Setya Novanto Mengundurkan Diri

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengaku memahami betul keinginan masyarakat yang mendesak adanya pergantian Ketua DPR.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua DPR yang juga tersangka kasus korupsi e-ktp Setya Novanto menggunakan rompi oranye tiba di gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/11/2017) dini hari. Setya Novanto resmi ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus korupsi e-ktp. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengaku memahami betul keinginan masyarakat yang mendesak adanya pergantian Ketua DPR.

Namun, menurutnya, pergantian ketua DPR harus sesuai dengan Undang-undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3).

"Siapapun pasti tidak menginginkan sitausi yang seperti ini. Tetapi ya sudah kita mengikuti mekanismenya," ujar Taufik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (20/11/2017).

Baca: Hasil Olah TKP, Fortuner yang Bawa Setya Novanto Melaju 40 Km/Jam Saat Tabrak Tiang Listrik

Pergantian ketua DPR menurut Taufik akan lebih cepat bila Setya Novanto mengundurkan diri.

Namun, hingga saat ini belum ada surat pernyataan Setya Novanto mengundurkan diri sebagai ketua DPR.

‎"Oh iya. Kalau misalnya, misalnya nih misal huruf besar misal, kalau ada surat pengunduran diri dari Pak Novanto ya enggak ada masalah, kalau ya kalau ada," katanya.

Baca: Setya Novanto Tidur Mengorok, Fredrich Yunadi: Dokter Saja Tidak Berani Membangunkan

Surat pengunduran diri tersebut menurut Taufik harus berkekuatan hukum sehingga tidak ada masalah di kemudian hari.‎

Hal tersebut sama saat politikus PKB Effendy Choirie dan Liliy Wahid mengundurkan diri sebagai anggota dewan.

Baca: Bambang Soesatyo Kirim Karangan Bunga Bertuliskan Tuhan Ora Sare Untuk Setya Novanto:

Berdasarkan pasal 87 UU MD3, pimpinan DPR berhenti dari jabatannya karena tiga hal:

Pasal 87

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau

c. diberhentikan.

(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;

b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya;

f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau

g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.

(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.

(5) Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

(6) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved