Senin, 6 Oktober 2025

Suap di Kementerian PU

Kisah Asisten Pribadi Musa Zainuddin Berpindah-pindah dari Aceh Hingga Surabaya Demi Hindari KPK

"Saat itu terdakwa meminta kepada Mutakin agar pergi dengan imbalan sepuluh juta rupiah,"

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Eri Komar Sinaga
Terdakwa Anggota DPR RI Musa Zainuddin 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Demi menghindari proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi, terdakwa Anggota DPR RI Musa Zainuddin menyuruh asisten pribadinya, Mutakin untuk pergi.

Mutakin disuruh pergi karena pada bulan Februari tahun 2016, dia menerima surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi untuk politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Baca: Makna Di Balik Pantun Ketua DPRD Untuk Anies-Sandi

"Saat itu terdakwa meminta kepada Mutakin agar pergi dengan imbalan sepuluh juta rupiah," kata hakim anggota Sigit Herman Binaji saat membacakan pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Mutakin adalah staf pribadi yang ditugaskan Musa untuk menerima uang sejumlah Rp 7 miliar dari Jailani, seorang bekas tenaga ahli di DPR RI.

Uang itu adalah imbalan karena Musa menempatkan dana aspirasinya di Maluku dan Maluku Utara.

Baca: Idrus Marham Temui Setya Novanto Bahas Soal Tidak Penuhi Panggilan KPK

Menindaklanjut perintah bosnya, Mutakin kemudian mengajak seorang teman kuliahnya bernama Cut Habibi pergi ke Aceh menggunakan bis.

Keduanya kemudian menyewa kamar atau kos di Simpang Mesra di depan Polda Aceh selama satu bulan bermodalkan uang pemberian Musa.

Mutakin dan Cut Habibi kemudian kembali berpetualang dan tinggal di Medan pada 1 April 2016.

Baca: Teriakan Woy Pimpinan Itu Ketika Setya Novanto Menunggu Lama di Depan Pintu Lift

Keduanya memilih tinggal di daerah Setia Budi di dekat kampus Universitas Sumatera Utara.

"Setelah satu bulan di Medan pindah lagi ke Kota Batam sewa kamar di dekat Nagoya Hill. Mutakin dan Cut Habibi sempat kehabisan bekal uang," lanjut hakim Sigit.

Cut Habibi kemudian menelepon seseorang.

Namun telepon Cut tidak langsung dijawab oleh orang yang tidak dikenal itu.

Selang beberapa lama, orang yang ditelpon itu kemudian meminta nomor rekening.

Baca: Anggota DPR yang Hadir Saat Setya Novanto Pidato Sidang Paripurna Tak Lebih Dari 100 Orang

Cut Habibi selanjutnya mengirim nomor rekening cabang BRI Tanjung Karang dan kemudian dia menerima tansfer uang Rp 3 juta.

Mutakin dan Cut Habibi hanya sebentar tinggal di Batam.

Keduanya kemudian pindah dan menyeberang ke Pulau Jawa dan tinggal di Kecamatan Pakis, Surabaya.

Di Kota Pahlawan itu, keduanya tinggal cukup lama yakni sampai 15 Februari 2017.

Baca: Ketua KPK Nilai Tidak Ada Unsur Pidana Dalam Kasus Surat Palsu

Mereka dijemput dan diurus tempat tinggalnya berupa kos oleh seseorag yang bernama Arif.

"Selama di Surabaya, Cut Habibi beberapa kali menerima uang tunai dari Arif," lanjut Sigit.

Mutakin ternyata tidak kuat bertahan.

Dia memutuskan untuk pulang ke Lampung dan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Keputusan itu dipicu karena dia membaca di media bahwa Musa Zainuddin telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Menurut Sigit, Mutakin takut Musa menyebutkan bahwa dia lah yang menerima duit dari Jailani.

"Mutakin yakin pernyatan terdakwa yang membuat Mutakin takut terkena masalah setelah menerima uang dari Jailani adalah tidak benar," ungkap hakim.

Mutakin menerima surat panggilan pada 18 Februari 2017 dan memenuhi panggilan tersebut keesokan harinya.

Mutakin memerima uang dari Jailani sejumlah Rp 7 miliar yang terdiri dari mata uang rupiah dan dolar Singapura yang dimasukkan dalam dua tas ransel hitam di sekitar kompleks rumah dinas jabatan DPR RI.

Setelah menerima uang dari Jailani selanjutnya Mutakin menyerahkan kepada Musa dengan cara meletakkan di dalam ransel dan meletakannya di kamar tidur Musa.

Uang itu berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng.

Proyek tersebut adalah pembangunan jalan Taniwei Saleman dan rekonstruksi Jalan Piru-Waisala di wilayah Balai Pelaksaaan Jalan Nasional IX.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved