Korupsi KTP Elektronik
Wasekjen Golkar: Belum Diperiksa, kok Tiba-tiba Setya Novanto Dinyatakan Tersangka Lagi?
"Selain itu, ketum (Novanto) kan belum pernah diperiksa juga, kok tiba-tiba main dinyatakan tersangka lagi," ujar Dave saat dihubungi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Dave Akbarsyah Fikarno (Dave Laksono) mempertanyakan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua Umum Golkar Setya Novanto dalam kasus KTP elektronik.
Pasalnya Novanto sudah memenangkan gugatan status tersangkanya di praperadilan.
"Selain itu, ketum (Novanto) kan belum pernah diperiksa juga, kok tiba-tiba main dinyatakan tersangka lagi," ujar Dave saat dihubungi, Jumat, (10/11/2017).
Menurut Dave apabila Novanto dijerat dengan dasar yang sama seharusnya status tersangka tersebut otomatis gugur.
Oleh karena itu DPP Golkar menurutnya akan menunggu surat resmi penetapan tersangka Novanto dan penjelasan kuasa hukum sebelum menentukan langkah selanjutnya.
"Kita akan rapat dulu internal supaya kita mendapat penjelasan dari tim hukum Pak Ketum tentang langkah-langkah selanjutnya seperti apa, karena kita kan engga mau gegabah dan juga melihat ini penetapan ini berdasarkan apa," pungkasnya.
Baca: Kembali Ditetapkan Jadi Tersangka, GMPG Desak KPK Jemput Paksa Setya Novanto
Sebelumnya setelah lima hari sudah beredar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mentersangkakan Setya Novanto (SN) di kasus korupsi e-KTP.
Akhirnya hari ini, Jumat (10/11/2017) sore, KPK melalui Wakil Ketua, Saut Situmorang mengumumkan secara resmi, Setya Novanto menjadi tersangka e-KTP.
Ini adalah kali kedua Ketua DPR RI itu menyandang status tersangka di korupsi e-KTP. Sebelumnya Setya Novanto juga telah tersangka namun status hukumnya gugur lantaran menang dalam gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan..
"Saya disini membacakan putusan kolektif kolegial, KPK telah mempelajari secara seksama putusan praperadilan yang telah diputus pada 29 September 2017 serta aturan hukum lain. Lanjut pada 5 Oktober 2017, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP dalam proses penyelidikan ini KPK telah meminta keterangan sejumlah pihak dengan mengumpulkan bukti yang relevan," ujar Saut Situmorang.
Baca: Fakta Persidangan: Ada Tanda Terima Rp 1 Miliar dari Setya Novanto Kepada Made Oka Masagung
Dalam proses tersebut, lanjut Saut Situmorang, telah disampaikan permintaan keterangan pada Setya Novanto sebanyak dua kali yakni pada 13 dan 18 Oktober 2017. Namun yang bersangkutan tidak hadir untuk dimintai keterangan karena pelaksanaan tugas kedinasan.
"Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan yang cukup, kemudian pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidik, penyelidik dan penuntut melakukan gelar perkara pada 28 Oktober 2017 dan kembali menerbitkan sprindik pada 31 Oktober 2017 untuk tersangka SN," tegas Saut Situmorang.
Setya Novanto selaku anggota DP RI periode 200c-2014 bersama dengan Anang, Andi, Irman dan Sugiharto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sindiri dan orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun rupiah dari nilai paket pengadaan Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri.
Oleh penyidik, Setya Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1.
Sebagai pemenuhan hak tersangka, diungkapkan Saut Situmorang, KPK telah mengantarkan surat SPDP pada Setya Novanto pada 3 November 2017 di kediaman Setya Novanto, Jl Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.