Kementerian Agama Patuhi Putusan MK Terkait Aliran Kepercayaan
Ia memastikan hak-hak layanan para penganut aliran kepercayaan diyakini tetap dijamin oleh Negara.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama angkat bicara usai dikabulkannya gugatan empat penghayat kepercayaan di Mahkamah Konstitusi.
Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama Mastuki mengatakan, keputusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dipatuhi.
“Kemenag patuh dan mendukung putusan MK karena bersifat final dan mengikat,” ujar Mastuki diketerangannya di Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Ia menjelaskan Kementerian Agama akan melakukan kordinasi dengan pihak Mahkamah Konstitusi agar dapat memperjelas cakupan putusan.
" Apakah hanya terkait dengan pengisian kolom KTP atau lebih dari itu."
Baca: Golkar Serahkan Surat Rekomendasi Untuk Ridwan Kamil Besok
“Ini yang akan kami koordinasikan lebih lanjut dengan pihak MK agar masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap,” ucap Mastuki.
Mastuki menilai putusan Mahkamah Konstitusi itu, tidak berarti mempersamakan antara kepercayaan dengan agama.
Berdasarkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ditegaskan bahwa aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan agama.
Sampai saat ini, penganut kepercayaan di Indonesia selama ini dibina oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kemenag tidak memiliki kewenangan secara langsung untuk melakukan pembinaan terhadap aliran kepercayaan,” ujarnya.
Ia memastikan hak-hak layanan para penganut aliran kepercayaan diyakini tetap dijamin oleh Negara.
"Kementerian Agama saat ini tengah menyusun RUU Perlindungan Umat Beragama dan putusan MK ini nantinya akan menjadi masukan dalam pembahasan dan finalisasi," kata Mastuki.
Pada Selasa (7/11/2017) Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan empat penghayat kepercayaan, yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim terkait Pasal 61 yang menjelaskan tentang pengisian kolom agama pada KTP.
Atas gugatan itu, MK menyatakan bahwa kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk 'kepercayaan'.
Dengan putusan ini, maka aliran kepercayaan bisa dicatat dalam kolom KTP.