Pengamat Sebut Terlalu Berisiko Bagi Gerindra Jika Prabowo Diduetkan Dengan AHY
Partai Gerindra akan berpikir ulang untuk menduetkan Prabowo Subianto dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Gerindra akan berpikir ulang untuk menduetkan Prabowo Subianto dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Pemilihan umum yang akan berlangsung secara serentak membuat Partai Gerindra tidak akan mudah merestui Prabowo Subianto dipasangkan dengan AHY.
Pengamat Politik UGM, Arie Sajito, mengatakan Pemilu 2019 akan berbeda dengan Pemilu 2014 yang masih bisa lihat segala kemungkinan.
Baca: Soal Pernyataan Lelucon Politik Prabowo, NasDem Singgung Saat SBY Terpilih Jadi Presiden
"Pemilu besok dilakukan secara serentak, sehingga mereka pasti akan membuka segala kemungkinan," kata Arie di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (30/7/2017).
Selain itu, jika Prabowo dan AHY diduetkan publik akan menilai keduanya berasal dari unsur yang sama.
Diketahui baik Prabowo maupun AHY merupakan orang yang pernah duduk di TNI.
Sehingga, bukanlah hal mudah bagi pemilih untuk memberikan suaranya kepada pasangan tersebut.
Baca: Politikus Golkar Sebut Isu Meningkatnya Utang Luar Negeri Untuk Jatuhkan Elektabilitas Jokowi
Arie menjelaskan, justru akan lebih mudah bagi Gerindra untuk memasangkan Prabowo Subianto dengan Anies Baswedan.
Terlebih, jika Anies memiliki rekam jejak yang baik di Jakarta ketika bertugas menggantikan Djarot Saiful Hidayat sebagai gubernur.
"Anies akan lebih dianggap mumpuni. Dia memiliki massa real di Jakarta dan terbukti menang," katanya.
Menurutnya menyandingkan Anies dengan Prabowo lebih realistis ketimbang dengan AHY.
"Hitungan secara politik, lebih tidak beresiko dibanding dengan AHY," katanya.
Pernyataan Jokowi terkait Penetapan Presidential Threshold Dinilai Demokrat Menggelikan https://t.co/XnG6hSiIRi via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 30, 2017
Namun begitu, dia mengatakan saat ini baik Gerindra atau Demokrat dan partai lainnya masih menimbang siapa tokoh yang akan diusung.
Hal tersebut penting untuk mendongkrak suara di legislatif serta terpilih di pemilihan presiden.
"Masih terlalu cair. Perkembangan bisa terus berubah dan sangat tergantung dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait Presidential Threshold," katanya.