BPK Diminta Ungkap Hasil Audit Investigatif Perpanjangan Koja, Kalibaru dan Global Bond Pelindo II
Hasil audit investigatif dapat menjadi evaluasi keras bagi Pelindo II terhadap potensi kebijakan korup
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta segera mengeluarkan hasil audit investigatif Pelindo II yang belum selesai yakni perpanjangan Koja, Kalibaru dan Global Bond.
Hal itu dinilai sebagai bentuk keseriusan auditor negara dalam membantu benahi BUMN Pelindo II yang tersangkut beberapa potensi kasus mega korupsi.
"Kami apresiasi upaya BPK mengeluarkan audit investigatif perpanjangan JICT yang penuh penyimpangan sistematis dan merugikan negara Rp 4 triliun. Namun kami juga sangat yakin ada kaitan perpanjangan JICT dan Koja terhadap proyek Kalibaru serta Global Bond Pelindo II. Ini semua agar bisa diungkap BPK," kata Sekretaris Jendral Serikat Pekerja JICT Mokhamad Firmansyah dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (27/7/2017).
SP JICT bersama elemen pekerja pelabuhan yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI) melakukan aksi dukungan terhadap BPK dalam mengungkap kasus-kasus Pelindo II yang sedang diaudit BPK.
Baca: Antisipasi Aksi Mogok, Kemenhub Perintahkan JICT Tetap Beroperasi Normal
Para pekerja pelabuhan menyampaikan beberapa pandangan. Pertama, mereka melihat perpanjangan Pelabuhan Petikemas Koja dilakukan tanpa valuasi dan harga jual perpanjangan jilid II (2015-2038) kepada Hutchison sangat rendah.
Tahun 2000 harga jual Koja mencapai USD 150 juta namun tahun 2015, harganya malah turun menjadi USD 50 juta. Padahal Koja meruoakan terminal terbesar kedua setelah JICT di Tanjung Priok.
Lalu pembangunan pelabuhan Kalibaru dibangun dengan biaya puluhan triliun namun terlambat hampir 2 tahun dan banyak kejanggalan dalam konstruksi serta dioperasikan secara eksklusif oleh PSA Singapura.
Novel Baswedan: Polri Tidak Akan Berani Mengungkap https://t.co/VfDq6L3mQl via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 27, 2017
Konsep yang dicetuskan Pelindo II ini melenceng jauh karena selamanya Indonesia tidak akan dapat bersaing dengan Pelabuhan tetangga Singapura.
Apalagi jika dibandingkan dengan pelabuhan Teluk Lamong di Surabaya, biaya pembangunannya 50% lebih murah dari Kalibaru dan dioperasikan oleh bangsa sendiri.
Lebih jauh pekerja pelabuhan menilai, kebijakan paling fatal adalah penarikan global bond oleh Pelindo II. Proyek-proyek peruntukan global bond mangkrak dan 50% dananya menganggur selama 2 tahun. Padahal Pelindo II diharuskan membayar bunga Rp 1,2 triliun per tahun.
Baca: KPK Didesak Usut Kasus Pelindo II yang Diduga Rugikan Negara Rp 4,08 Triliun
Para pekerja menilai bahwa salah satu indikator keberhasilan Pelabuhan adalah terwujudnya tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan produktivitas pelabuhan yang handal.
"Kami yakin terhadap kerja profesional BPK. Hasil audit investigatif terhadap perpanjangan JICT dan Koja, proyek Kalibaru serta Global Bond dapat menjadi evaluasi keras bagi Pelindo II terhadap potensi kebijakan korup dan sembrono sehingga merugikan Indonesia di masa depan," kata Firman.