KPK Bidik Jaksa Lain di Kasus Suap Kejati Bengkulu
Alexander Marwata berharap kasus suap yang menyasar anggota kejaksaan menjadi pembelajaran bagi penegak hukum lainnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengembangkan kasus suap pengumpulan bukti dan keterangan di proyek Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu tahun 2015-2016, dengan membidik keterlibatan jaksa lainnya di Kejaksaan Tinggi Bengkulu.
"Kedepan apakah ada keterlibatan jaksa-jaksa yang lain akan didalami penyidik KPK, kami akan terus kembangkan ini," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Sabtu (10/6/2017).
Alex, sapaan Alexander Marwata berharap kasus suap yang menyasar anggota kejaksaan menjadi pembelajaran bagi penegak hukum lainnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan dalam kasus ini ada salah satu jaksa yang dilepas yakni Aspidsus Kejati Bengkulu, Henri Nainggolan.
Menurut Basaria, penyidik KPK masih mengumpulkan bukti keterlibatan yang bersangkutan termasuk melakukan penggeledahan di ruangannya.
"(Dilepaskan karena) perlu pendalaman lagi," kata Basaria.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Kasie III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba (PP); pejabat pembuat komitmen di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu, Amin Anwari (AAN) dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, Murni Suhardi (MSU) sebagai tersangka dalam OTT di Bengkulu.
Parlin diduga telah menerima uang Rp10 juta dari Amin Anwari dan Murni Suhardi. KPK juga menduga sudah ada pemberian sebelumnya kepada Parlin Purba sebesar Rp150 juta.
Pemberian uang tersebut terkait dengan pengumpulan bukti dan keterangan dalam sejumlah proyek yang ada di Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu.
Selaku pemberi, Amin Anwari dan Murni Sugardi dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara penerima, Parlin Purba dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 yang telah diubah UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.