Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol Belum Ada Titik Temu
Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB) saat ini masih dalam tahap pembahasan panitia kerja (Panja).
Hal ini didasarkan pada fakta kegagalan regime pengendalian minuman beralkohol yang gagal sehingga korban-koban jiwa akibat konsumsi minuman beralkohol terus berjatuhan.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tahun 2007 jumlah remaja pengkonsumsi minuman beralkohol masih di angka 4,9 persen.
Tetapi pada tahun 2014, berdasarkan hasil riset yang dilakukan satu LSM jumlahnya melonjak hingga 23 persen dari total jumlah remaja saat ini sekitar 63 juta jiwa atau sekitar 14,4 juta orang.
"Selain itu juga konsumsi minuman beralkohol menjadi pemicu kriminalitas dan sudah terbukti membawa efek kesehatan yang buruk," kata Mustaqim.
Ia juga menuturkan pelarangan minuman beralkohol juga dilakukan demi melindungi generasi muda.
Menurut penelitian terus meningkat jumlah generasi muda yang terpapar minuman beralkohol.
Menurut Mustaqim, pelarangan minuman beralkohol juga sejalan dengan kebutuhan pengaturan di berbagai daerah.
Seperti di Provinsi Papua yang tegas melarang menuman beralkohol.
"Karena itu, sikap Fraksi PPP tentang larangan minuman beralkohol sudah final," katanya.
Bahkan, menurutnya, jika diperlukan PPP akan mengusulkan dalam pembahasan di Pansus.
"Apabila Pemerintah dan Fraksi lain menolak, maka pelarangan Minuman Beralkohol diberlakukan khusus bagi umat Islam," kata Mustaqim.
Mustaqim mengatakan hal itu sejalan dengan asas pembentukan undang-undang dalam undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yaitu asas kebhinekaan.
Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan setiap materi muatan peraturan perndang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan.
Selain itu, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pun harus diperhatikan.
"Prinsip pemberlakuan larangan minuman beralkohol bagi umat Islam juga sejalan kebebasan memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai agamanya," katanya.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 UUD Tahun 1945 yang menjamin kebebasan warga Negara untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agamanya masing-masing.