Minggu, 5 Oktober 2025

Dubes Ukraina Yuddy Chrisnandi yang Permintaannya Dikabulkan Presiden Jokowi

Meski demikian, dia mengakui pernah meminta jabatan dubes kepada Jokowi.

Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM/ DANY PERMANA
Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Yuddy Chrisnandi menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) untuk Ukraina merangkap Armenia dan Georgia, berkedudukan di KBRI Kiev.

Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla (JK) ini dilantik bersama 16 Dubes lainnya di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Politikus Hanura itu mengaku kaget diajukan oleh Presiden Jokowi menjadi duta besar di Kiev, Ukraina.

Meski demikian, dia mengakui pernah meminta jabatan dubes kepada Jokowi.

Permintaan untuk menjadi dubes disampaikan Yuddy saat Jokowi memberi tahu pencopotan dirinya sebagai Menpan-RB pada 26 Juli lalu.

"Banyak yang menyampaikan seolah-olah menjadi Dubes apalagi di negara jauh, daerah yang musim dinginnya menjadi minus 30 derajat, penerbangannya lebih dari 12 jam, itu seolah-olah dibuang. Tapi saya sampaikan kepada teman-teman Komisi I bahwa tidak ada yang merasa dibuang," ujar Yuddy.

"Menurut Menlu, Presiden yang langsung memutuskannya. Seperti disampaikan Presiden sendiri, suratnya sudah dikirim ke DPR untuk dilakukan fit and proper test," kata Yuddy seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (27/11/2016).

"Saya menjalani saja. It's surprised. Saya tidak menyangka akan ditempatkan di sana," kata dia.

Mantan anggota Komisi I DPR ini melihat tugas sebagai Dubes di Kiev, Ukraina, adalah sebuah tantangan.

Ia pun mengaku mendapatkan dukungan dari banyak pihak untuk maju menjadi calon Ketua Umum Hanura. Namun, dia tidak akan mengikuti dukungan itu.

Guru Besar Unas

Yuddy Chrisnandi pun pernah dikukuhkan memperoleh gelar Guru Besar di Universitas Nasional.

Jalan panjang lagi membutuhkan waktu yang cukup lama.

Dia harus menunggu selama 15 tahun setelah menjadi Lektor Kepala di kampus tersebut.

“Tahun 2000 pangkat saya setingkat Lektor Kepala. Sekarang sudah tahun 2015, jadi perlu 15 tahun saya mendapat gelar Guru Besar,” kata Yuddy Chrisnandi usai pengukuhan sebagai Guru Besar di kampus Universitas Nasional Jakarta, Sabtu (23/5/2016).

Yuddy mengakui, selama ini masyarakat lebih banyak mengenal dirinya sebagai seorang politisi dan pengusaha.

Padahal, sebenarnya dia sudah bergelut sebagai akademisi sejak tahun 1995.

“Saat itu saya diminta langsung oleh Rektor Unas Bapak Umar Basalim untuk mengajar di Fakultas Ilmu Ekonomi,” kisahnya, seperti dikutip dari Laman Menpan.

Setelah lulus S2 di UI Yuddy menjadi staf penelitian di Fakultas Ekonomi UI, sebagai staf honorer.

Karena honornya terlalu kecil dan kerjanya sangat santai, dalam tahun 1994 – 1995 dia sering diundang menjadi pembicara tentang masalah-masalah ekonomi politik.

“Pada saat selesai ceramah saya duduk di sebelah pak Umar Basalim, Rektor Unas. Kemudian dia tanya, apakah kuliah saya sudah selesai. Dia kemudian meminta saya ngajar di sini, dan saya langsung ambil kesempatan itu,” kata Yuddy.

"Sambil meneruskan ke S-3 dan terus mengajar, dan tahun 2000 saya menjabat sebagai Lektor Kepala di UNAS. Karir akademik saya panjang, dan tidak pernah cuti mengajar, walau saya sempat menjabat staf khusus pada masa Presiden Megawati," katanya.

Titik tolak untuk menggapai gelar akademik tertinggi diawali pada pertengahan tahun 2011, saat Yuddy memperoleh kesempatan penilaian atas kajian ilmiah, yang akhirnya ditawari mengikuti seleksi majelis guru besar UNAS pada Januari 2012.

"Kajian saya mengenai political engineering, yakni rekayasa politik elit untuk pembangunan jangka panjang diterima. Hasilnya dibawa lagi ke Kopertis dan diseleksi selama setahun. Kala itu, jurnal yang mengantarkan saya sebagai guru besar tingkat universitas dinilai ketinggalan zaman, karena sudah terlalu lama," ungkap Yuddy.

Dia lalu membuat penelitian baru bekerja sama dengan akademisi Malaysia mengenai hubungan Indonesia-Malaysia yang kerap terjadi konflik, lantaran ada ego masing-masing negara.

Hasil penelitian itu lalu dikerucutkan pada penelitian terkait pecahnya Golkar dan terbentuknya sejumlah partai baru seperti Gerindra, Hanura dan Nasdem.

Program Yuddy

Yuddy pun mengaku sudah mempelajari mengenai situasi konflik antara Ukraina dengan negara tetangganya, Rusia.

Yuddy menyatakan hubungan diplomatik antara Ukraina dan Indonesia telah berlangsung sejak 1992 baik di bidang ekonomi, budaya, maupun politik dan pertahanan.

Karena itu, Yuddy menilai, hubungan yang telah terbangun sejak lama itu perlu kembali diperkuat agar hubungan diplomatik di antara kedua negara bisa lebih optimal.

"Peningkatan relasi bussines to bussines, terutama yang berbasis pada dunia maya atau e-commerce, itu penting dilakukan," papar Yuddy dalam keterangan tertulisnya, Kamis (15/12/2016).

Di bidang pendidikan, menurut Yuddy, juga perlu ditingkatkan. Sebab beberapa universitas di Ukraina memiliki kualitas yang teruji di dunia.

"Peningkatan kerja sama juga perlu dilakukan di bidang pertahanan seperti PT Pindad, PT PAL, dan PT DI (Dirgantara Indonesia)," ujar Yuddy.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved