Demokrat Anggap Gugatan Rumah Mantan Presiden Tak Berdasar
Pemberian rumah kepada mantan presiden atau mantan wakil presiden merupakan amanah konstitusi yang harus dijalankan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Partai Demokrat menegaskan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono tidak merisaukan pemberian rumah dari negara yang akhir-akhir ini dipersoalkan.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan mengingatkan pemberian rumah kepada mantan presiden atau mantan wakil presiden merupakan amanah konstitusi yang harus dijalankan oleh setiap pemeritah yang menjabat.
Marwan, mengutip dasar hukum pemberian rumah kepada mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden, yakni Undang – undang Nomor 7 tahun 1978 tentang Hak keuangan/administratif presiden dan wakil presiden serta bekas presiden dan wakil presiden RI.
"Pada pasal 8 ayat (a) yang berbunyi: Kepada bekas Presiden dan bekas Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya, masing-masing diberikan sebuah rumah kediaman yang layak dengan perlengkapannya. Itu antara lain,’’ kata Marwan dalam keterangannya, Jumat (27/1/2017).
Sebelumnya, ada pihak yang mempersoalkan pemberian rumah dari Negara untuk SBY. Satu diantaranya, Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi meminta kepada pengadilan agar memerintahkan Sekretariat Negara membatalkan pemberian rumah kepada SBY.
Permintaan pembatalan tersebut tertulis dalam petitum uji materi atau gugatan terhadap Peraturan Presiden RI Nomor 52 tahun 2014 tentang pengadaan dan standar rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Agung. Menurut mereka, Perpres 52 yang menjadi dasar pembangunan rumah untuk SBY bertentangan dengan Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 7 ayat 1 UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menurut Marwan, dengan dasar hukum yang ada tidak perlu lagi mempersoalkan pemberian rumah tersebut. Jika persoalannya menyangkut kelayakan, itu pun sudah telah diatur dalam peraturan presiden dan peraturan Menteri Keuangan tentang standar kelayakan dan perhitungan nilai rumah yang diberikan. ‘’Jadi, gugatannya tidak berdasar,’’ kata Marwan.
Mengenai pertimbangan gugatan yang menyatakan bahwa nilai rumah yang diberikan pemerintah kepada SB ditaksir senilai Rp. 300 miliar melebihi batas kewajaran, Marwan menyatakan bahwa besaran nilai tanah dan nilai bangunan tersebut juga diatur dalam Peraturan presiden nomor 52 tahun 2014 sebagai pengganti Perpres nomor 88 tahun 2007 dan kepres nomor 81 tahun 2004.
Di dalamnya dinyatakan bahwa Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya diberikan sebuah rumah kediaman yang layak. Sementara ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah kediaman yang layak, telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189 tahun 2014 pada pasal 3 tentang standar rumah kediaman.
Karena itu, gugatan yang disampaikan bahwa Perpres nomor 52 tahun 2014 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 3 ayat (1) dan pasal 7 ayat (1) merupakan hal yang tidak relevan. Jika dicermati pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien , ekonomis, efektif, trasparan dan bertanggungjawab. Sementara pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa : Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
‘’Jika dicermati pasal–pasal tersebut ditujukan dalam pengeloaan keuangan negara secara keseluruhan. Sementara itu Perpres Nomor 52 tahun 2014 hanya mengatur tentang pengadaan dan standar rumah bagi mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden RI. Oleh karena itu gugatan yang diajukan oleh Forum Silaturahmi Alumni HMI tidak mempunyai dasar hukum yang tepat,’’ kata Marwan.
‘’Dan kalau pun mau, silakan gugatan ditujukan untuk semua mantan presiden dan wakil presiden yang juga telah menerima rumah kediaman dari Negara," tambahnya.