Mendikbud Soal Sensor Film: Masyarakat Sudah Dewasa Tak Perlu Aturan Sensor
Masyarakat sudah bisa menentukan sendiri mana yang benar mana yang salah
Pada perkembangannya banyak tokoh-tokoh bangsa yang pernah menjadi anggota Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia, seperri pada tahun 1946 LSF disebut dengan Komisi Pemeriksa Film.
Tokoh tersebut diantaranya adalah Ali Sastroamidjojo, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Soebagio, RM. Soetarto, Anjar Asamara, Djajeng Asmara, dan Rooseno.
“Sekarang LSF berada di sini meneruskan dan mengisi apa yang telah diperjuangkan para tokoh-tokoh-tokoh bangsa itu,” tutur Mendikbud.
Mendikbud menambahkan, tugas LSF tidak hanya sekedar mengisi kemerdekaan, menjalankan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi lebih dari pada itu yakni mengikuti perkembangan teknologi, pengaruh globalisasi dan liberalisasi.
“LSF diharapkan dapat bekerja lebih profesional, transparan, akuntabel, memiliki integritas, dan tidak diskriminatif. Dengan itu, saya yakin LSF dapat benar-benar independen,” harap Mendikbud.
Dalam perjalanan 100 tahun Sensor Film di Indonesia menyiratkan nilai-nilai strategis film dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai karya seni budaya, film memiliki peran penting dalam meningkatkan ketahanan budaya bangsa, dan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu juga, film sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, serta wahana promosi Indonesia di dunia Internasional.
Diakhir sambutannya Mendikbud berpesan, film Indonesia dapat memberikan peran mengedukasi, dan Ia mengajak kepada insan perfilman untuk mendorong pertumbuhan film ditingkat lokal.
“Mari kita dorong pertumbuhan film Indonesia. Wujudkan Film Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri. Mari kita gairahkan nonton bersama film-film Indonesia, dan mari kita gemari film Indonesia,” ujar Mendikbud.
Pada kesempatan ini, Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia Ahmad Yani Basuki mengatakan, keberadaan LSF sebagai pengemban peraturan perundang-undangan, dan sebagai wujud komitmen kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film.
Selain itu juga, menjalankan tugas sensor film dan menetapkan klasifikasi batas umur bagi penonton film.
Ahmad menjelaskan, tugas LSF yang sedang dijalankan saat ini adalah mengintensifkan kegiatan sosial dan memberdayakan sensor mandiri, mengintensifkan dialog dengan para produser, penulis skenario dan masyarakat perfilman dalam rangka meningkatkan produktivitas film yang berbasis budaya bangsa dengan mengangkat tema bernuansa Indonesia.
Selanjutnya LSF juga membangun perwakilan di daerah untuk mempercepat proses sensor, guna memastikan film-film yang berbasis budaya daerah dan bermuatan kearifan lokal dapat disensor oleh LSF daerah, sehingga akan benar-benar terjaga nilai budaya dan kearifan lokal.
“Pada kesempatan ini kami mengajak semua pihak untuk bisa berperan serta dalam program sosialisasi budaya sensor mandiri,” tutup Ahmad.