Bupati Sabu Raijua Ditangkap Karena Menghalangi Penyidikan KPK
"Saksi yang didatangkan dalam tanda kutip tidak boleh datang oleh pihak yang sedang bermasalah ini. Lalu ada pengerahan massa,"
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, Marthen Dira Tome ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena berusaha menghalangi-halangi proses penyidikan.
Marthen Dira Tome melarang saksi memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangannya terkait kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di NTT.
Marthen telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Saksi yang didatangkan dalam tanda kutip tidak boleh datang oleh pihak yang sedang bermasalah ini. Lalu ada pengerahan massa," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Agus mengatakan penangkapan Marthen Dira Tome sudah dibicarakan dengan penyidik guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Menurut Agus, perlawanan yang dilakunan Marthen berpotensi menghilangkan barang bukti.
"Supaya tidak hilangkan barang bukti dan hal-hal yang tidak kita inginkan, nah kebetulan (Marthen) ada di Jakarta. Ya sudah, setelah surat penyidikan, kan boleh dilakukan penahanan," kata Agus.
Sebelumnya, KPK menetapkan kembali Marthen Dira Tome sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tahun 2007 di NTT.
Penetapan tersangka tersebut Marthen Dira Tome sebelumnya menang praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus Marthen Dira Tome terjadi ketika dirinya masih menjabat sebagai Kabid PLS Dinas Dikbud NTT tahun 2007 senilai Rp 77 milyar.
Pengumuman Marten Dira Tome sebagai tersangka sebelumnya dilakukan pada November 2014.
Dalam kasus tersebut KPK sebenarnya menetapkan dua tersangka, yakni mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, John Manulangga.
Namun Malangga telah meninggal dunia.
Kasus tersebut sebelumnya diselidiki Kejaksaan Tinggi NTT dan KPK melakukan supervisi.
Namun, Kejaksaan Tinggi NTT akhirnya melimpahkan proses penyidikannya kepada KPK.
PLS merupakan dekonsentrasi APBN senilai RP 77.675.000.000.
Program tersebut terdiri dari Program non formal dan formal, Pendidikan Anak Usia Dini, Program Budaya Baca, dan Program Manajemen Pelayanan Pendidikan.