Praktik Korupsi Marak Saat Pilkada, Sistem Politik Harus Dibenahi
Guna menutup maraknya praktik korupsi saat pemilihan kepala daerah, sistem politik dan sistem pemilihan kepala daerah harus dibenahi.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna menutup maraknya praktik korupsi saat pemilihan kepala daerah, sistem politik dan sistem pemilihan kepala daerah harus dibenahi.
"Kita harus memiliki persepsi yang sama tentang korupsi, kita harus menganggap korupsi sebagai kejahatan bukan kebiasaan dan bukan mismanagement. ProDem sendiri memiliki perhatian penuh dalam persoalan Pilkada Ini," ujar Sekretaris Jenderal ProDem, Satyo Purwanto, Sabtu(10/9/2016).
Hingga saat ini, ProDem memiliki data para calon kepala daerah yang terindikasi korupsi ngotot maju dalam Pilkada 2017.
Beberapa calon kepala daerah tersebut misalnya, Bernard Sagrim, mantan Bupati Maybrat, Papua Barat yang pernah divonis 15 bulan penjara yang bebas pada November 2015 lalu.
Bernard disangkakan kasu dugaan penyalahgunaan dana sisa lebih penggunaan anggaran tahun 2011 sebesar 93 Miliar.
Selain Bernard, kata Aktivis 98 ini, ada Utsman mantan Walikota Sidoarjo yang korupsi APBD tahun 2003 yang mengakibatkan kerugian negara 21,9 Miliar.
Ada juga Mohamad Zayat yang terkenal dengan kasus korupsi dinas P dan K Sultra tahun 2003 dan satu lagi Ruslan Abdul Gani, calon Gubernur Aceh yang diduga melakukan korupsi Dermaga Sabang.
Dan terakhir, Ahmad Hidayat Mus, Balon Maluku Utara terbelit kasus korupsi dan ditangani Mabes Polri.
Lebih jauh, Satyo menuturkan, saat ini pihaknya mendukung upaya penegakan hukum dengan menjatuhkan hukuman yang maksimal kepada pelaku korupsi sehingga menimbulkan efek jera bukan hanya kepada pelaku korupsi tetapi juga kepada calon-calon yang berpotensi menjadi koruptor.
"Dengan demikian, pilkada yang merupakan sebuah proses demokrasi yang diibaratkan sebagai pabrik yang menghasilkan barang. Jika Pilkada menghasilkan sosok yang cacat, maka pemerintahan yang bersih dan transparan tidak akan pernah lahi. kedepan, dengan penegakan hukum yang tegas, Pilkada tidak lagi dbayangi oleh para koruptor," tegasnya.
Sementara itu, pengamat Politik dari LIMA, Ray Rangkuti mengatakan Pilkada memiliki tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, namun saya hingga saat ini Pilkada masih jauh dari maksud dan tujuan tersebut.
"Potret Pilkada saat ini hanya dijadin instrumen bahwa Demokrasi berjalan di negara ini sekalipun maksud dan tujuan Pilkada sendiri makin tergerus," imbuhnya.
Ray Rangkuti mengingatkan bahwa korupsi merupakan sebuah kejahatan extraordinari yang harus dijadikan musuh secara nasional.
Korupsi sama dengan mencuri hak publik dengan memakai kekuasaan.
"Lalu apa jadinya kalau koruptor diberi kesempatan lagi untuk maju di Pilkada. Sudah jelas-jelas mereka adalah penghianat negara dan merampok uang rakyat,"ujarnya.