Anak Korban Prostitusi
Pelaku Prostitusi Anak untuk Gay Dijerat Pasal Berlapis
AR dikenakan pasal berlapis, antara lain UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Polisi khusus menangani pelakunya, sementara Kemensos dan KPAI bertanggung jawab memulihkan kondisi psikologis para korban.
Untuk mencari informasi awal, polisi telah memintai keterangan para korban untuk membongkar pelaku lainnya.
Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengakui bahwa kasus semacam ini pertama kalinya ditangani kepolisian.
"Khusus untuk eksploitasi anak semacam ini dengan menggunakan fasilitas cyber, ini baru pertama kalinya," kata Ari.
Setelah itu, korban akan diperiksa oleh tenaga media untuk dilihat kondisi kesehatannya.
Dikhawatirkan para korban terpapar penyakit menular seksual dari pelanggan mereka.
Kemudian, untuk penanganan psikologisnya, akan diserahkan ke Kementerian Sosial.
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, selama proses pemulihan dilakukan, para korban juga akan didampingi orangtua mereka.
"Mudah-mudahan tidak ada terindikasi kemungkinan drug user atau penyakit kelamin. Tugas kami siap melakukan proses itu terhadap korban anak," kata Khofifah.
Khofifah mengatakan, yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap anak adalah orangtuanya sendiri.
Oleh karena itu, perlu kewaspadaan tinggi orangtua terhadap anaknya. Kurangnya pendampingan orangtua membuat anak tersebut bertindak semaunya untuk memenuhi kebutuhannya.
Khofifah meyakini latar belakang korban menyanggupi pekerjaan ini lantaran tergiur dengan hasil yang akan didapatkan.
"Biasanya yang seperti ini berlatar belakang ekonomi. Mereka bisa cepat ganti tas, t-shirt, dan sebagainya," kata Khofifah.
Padahal, dari tarif Rp 1,2 juta yang dikenakan kepada pelanggan, masing-masing anak hanya menerima bagian Rp 100-150 ribu saja.
Proses terapi psikologi dianggap penting karena korban pasti mengalami traumatis selama dipekerjakan sebagai budak seks.