40 Persen dari 80 Mantan Narapidana Teroris Mampu Merakit Bom
"Ini data belum saya kroscek ke Densus 88 Mabes Polri, Data A1 ada di sana (Densus 88). Tapi intinya kita melakukan pemantauan,"
Contoh yang terjadi, adalah kasus pelaku bom Thamrin, Afif alias Sunakim.
Menurutnya Afif pernah satu sel dengan Aman Abrdurrahman.
Saat satu sel tersebut doktrinasi terjadi.
"Yang di Thamrin itu waktu ditahan di LP sering mijet Aman Abdurrahman, jadi bagaimana pembinaan di LP. Sama-sama dipenjara. Waktu ditahan sering mijetin Aman," katanya.
Kurangnya Pengawasan Berkelanjutan
Djoko tidak menampik jika aksi teror masih terjadi lantaran kurangnya pengawasan.
Menurutnya tidak ada keberlanjutan pengawasan terhadap Mantan Narapidana Terorisme begitu keluar dari penjara.
Seperti yang terjadi pada kasus Bom Thamrin.
Pelaku sebenarnya sudah diawasi.
Hanya saja polisi yang melakukan pengawasan dipindahtugaskan.
"Seharusnya mereka melapor ketika ada tugas pengawasan itu. Sehingga yang menggantikan dia akan melakukan pengawasan kembali sehingga tidak kecolongan," katanya.
Namun, menurut Djoko, seketat apapun pengawasan, tidak menjamin mereka yang memiliki niat jahat terorisme, tidak menyebarkan pahamnya.
Ditambah lagi pengawasan mesti dilakukan hati-hati dan sesuai aturan, karena yang dipantau statusnya merupakan mantan Napi yang sudah mendapatkan sanksi atas kesalahannya.
"Pengawasan juga tidak bisa dilakukan melekat terus menerus, kemana mereka pergi diikuti. Mereka kan statusnya mantan napi, yang sudah tidak bersalah," katanya.