Kamis, 2 Oktober 2025

Reshuffle Kabinet

Dradjad Wibowo: Sri Mulyani Tidak Cocok dengan Nawacita

Dradjad Hari Wibowo mengungkapkan secara obyektif, Bambang Brodjonegoro yang posisinya digantikan dengan Sri Mulyani

Editor: Rachmat Hidayat
ISTIMEWA
Dradjad Wibowo 

 TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Dradjad Hari Wibowo ekonom dari Sustainable Development mengungkapkan secara obyektif, Bambang Brodjonegoro yang posisinya digantikan dengan Sri Mulyani. Menurutnya, Bambang sedang apes.

Siklus ekonomi global sedang turun. Indonesia terlalu mengandalkan komoditas, sehingga ketika harga komoditas anjlok, pertumbuhan ekonomi turun, penerimaan pajak tidak memenuhi target dan seterusnya," ungkap Dradjad dalam pernyataannya, Rabu (27/7/2016).

Dradjad menyangsikan Sri Mulyani yang ditunjuk sebagai Menteri Keuangan akan lebih baik dari yuniornya. "Saya sangsi.Ketika Sri Mulyani menjadi Menkeu, siklus perekonomian Indonesia sedang naik. Salah satu faktornya adalah naiknya kepercayaan dan ekspektasi pasar terhadap Presiden SBY saat itu," ujarnya.

Namun rekam jejak Sri Mulyanin, menurut Dradjad, justru reformasi birokrasi malah menambah beban belanja negara dengan kenaikan tunjangan bagi birokrat.

"Apakah birokrasi makin bersih? Kasus Gayus, suap SKK migas, KKN di lapas dan lainnya adalah bukti bahwa reformasi birokrasi yang dimulai di Pajak dan Bea Cukai tidak banyak memberi hasil, kecuali belanja pegawai membengkak drastis," ungkap Dradjad.

Menurutnya, Sri Mulyani tidak segan membebani APBN dengan kupon (bunga) obligasi yang sangat tinggi. Obligasi termahal, ungkap Dradjad, terbit jaman saat Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.

"Meski siklus ekonomi dunia membaik, Indonesia di bawah trio almarhum Yusuf Anwar, Sri Mulyani dan Boediono mengalami pertumbuhan yang memang cepat, tapi tidak berkualitas," menurutnya.

Indonesia, Dradjad menegaskan, gagal mendiversifikasikan sumber-sumber pertumbuhan, sehingga sekarang Presiden Jokowi dan Bambang Brodjonegoro terkena getahnya.

Dan tentu masalah bail out Bank Century. Secara politik dan hukum, Dradjad meyakini, memang sepertinya aman. Tapi, lanjutnya, siapa tahu jika tiba-tiba dinamika politik berubah

Yang menurutnya lebih fundamental, ideologi ekonomi Sri Mulyani tidak cocok dengan Trisakti dan Nawacita yang menjadi jargon kampanye Presiden Jokowi dan PDIP.

"Sebenarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang perlahan-lahan menguat. Ini karena, siklus ekonomi dunia mulai membaik. Pertumbuhan AS makin kokoh. China mulai stabil meski tetap ada ancaman kredit macet perbankan yang besar," kata Dradjad.

Brexit diakuinya, memang masih menjadi risiko besar. Tapi ekonomi dunia relatif lebih baik. "Jadi, Sri Mulyani akan diuntungkan oleh siklus ini.Tapi harus saya akui, Sri Mulyani disenangi para pelaku pasar keuangan, terutama fund managers asing,"paparnya.

"Akan ada bonus pertumbuhan dari sektor keuangan dan jasa keuangan, yang mungkin sedikit meluber ke sektor non-keuangan. Ini sisi positif Sri Mulyani," lanjutnya.

Namun dana yang masuk biasanya adalah dana jangka pendek. Sehingga, selain menjadi sumber risiko instabilitas, lanjut Dradjad lagi, hal ini biasanya semakin memperlebar kesenjangan, baik antar penduduk maupun antar sektor.

"Saya rasa Presiden telah menggali lubang politik sendiri dengan penunjukkan Sri Mulyani. Citra Presiden masih bagus karena dinilai "merakyat dan bersih". Pengangkatan Sri Mulyani sebagai Menkeu merusak citra "merakyat" beliau," menurutnya.

"Saya hanya berharap ideologi ekonomi Sri Mulyani sekarang lebih "ke tengah", tidak terlalu "di kanan" seperti masa tugas sebelumnya. Siapa tahu Orang bisa berubah lebih bijak dan empati kepada rakyat kecil sejalan bertambahnya umur," harap Dradjad Wibowo.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved