KPK Tangkap Legislator DKI
Ketua DPRD Prasetyo Edi Disebut Kacaukan Pembagian Jatah Proyek Reklamasi
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi disebut mengacaukan pembagian jatah dana dari pengembang reklamasi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi disebut dalam persidangan perkara dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Reklamasi dengan terdakwa Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Politikus PDI Perjuangan itu disebut mengacaukan pembagian jatah dana dari pengembang reklamasi.
Pembagian dana itu terungkap saat Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Manajer Perizinan PT Agung Sedayu Grup, Syaiful Zuhri alias Pupung yang hadir menjadi saksi.
Dalam BAP Nomor 45, Pupung membeberkan pembicaraan antara dirinya bersama mantan politikus Partai Gerindra Mohamad Sanusi.
Dimana saat itu Sanusi bercerita terkait tertundanya rapat paripurna DPRD DKI untuk membahas Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Menerangkan bahwa saudara Sanusi mengatakan ke saya semua masalah dalam pembahasan raperda pantura Jakarta sudah selesai, tapi paripurna tetap mundur terus dari jadwal seharusnya hari ini jam 14.00 WIB anggota DPRD dibawa resah dan complain ke Sanusi," kata Jaksa Ali Fikri.
Jaksa menjelaskan keinginan Pupung untuk melaporkan penundaan paripurna itu ke Chairman PT Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan.
"Namun dia (Sanusi) sendiri tidak bisa diberi tugas, sehingga tidak bisa menjalankan apa-apa. Saya kemudian berkata kalau jam 14.00 WIB belum terlaksana paripurna, saya akan laporkan ke pak bos saudara Sugiyanto Kusuma supaya dia menekan Prasetyo Edi," katanya.
Sanusi juga bercerita soal pembagian dana yang dilakukan Prasetyo Edi kepada anggota DPRD lain. Sanusi berkata kepada Pupung, bahwa Ketua DPRD DKI itu terlalu banyak mengambil dana tersebut.
"Sanusi mengatakan, Prasetyo Edi membagi dananya sangat kacau, bahwa dia sendiri kebanyakan. Saya minta Sanusi mengabari saya mengenai jadi atau tidak paripurna hari ini karena mau beri laporan ke Sugiyanto," katanya.
Seperti diketahui, Ariesman didakwa menyuap M Sanusi untuk mengurangi kontribusi 15 persen dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual dalam Raperda tentang Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP) dengan menjanjikan Sanusi uang sebesar Rp 2,5 miliar.
Hal itu disampaikan Ariesman dalam sejumlah pertemuan dengan Sanusi salah satunya di kantor Agung Sedayu Group yang dihadiri Aguan serta pertemuan empat mata Sanusi dengan Ariesman di Avenue Kemang Village Jaksel, 3 Maret 2016 dimana Ariesman menjanjikan uang Rp 2,5 miliar.
"Ariesman Widjaja menyatakan bahwa kontribusi tambahan 15 persen terlalu berat bagi perusahaannya dan menjanjikan akan memberikan uang sejumlah Rp 2,5 miliar kepada M Sanusi," kata Jaksa Ali Fikri membacakan dakwaan.
Keberatan pihak pengembang disampaikan Sanusi kepada kakaknya yang juga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik sebelum Sanusi mengubah rumusan penjelasan Pasal 110 ayat (5) huruf c dengan mencantumkan "tambahan kontribusi adalah yang dapat diambil diawal dengan mengkonversi dari kontribusi (5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerjasama antara gubernur dan pengembang" untuk dimasukan dalam tabel "masukan dalam rangka penyelarasan pasal-pasal Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta".
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang membaca berkas masukan itu keberatan dan menyerahkan disposisi kepada Taufik yang juga Ketua Balegda DPRD Jakarta.
Untuk itu, rumusan yang tadinya dimasukan dalam Pasal 110 ayat (5) huruf c diganti dalam ketentuan Pasal 111 ayat (5) huruf c draf Raperda yang intinya menekankan kewajiban tambahan kontribusi adalah kewajiban yang disepakati dalam perjanjian kerjasama antara Pemda dan pemegang izin reklamasi.
Sementara, tambahan kontribusi 15 persen yang awalnya diatur dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual, diganti menjadi bukan dari keseluruhan tanah yang dijual melainkan sebatas dari 5 persen lahan. Dengan demikian pihak pengembang mendapat kepastian terkait tambahan kontribusi dalam NJOP.
Draf RTRKSP itu sudah dibawa ke paripurna DPRD DKI Jakarta, namun dikarenakan naskah aslinya belum ada maka belum diketuk dalam paripurna. Sanusi yang yakin keinginan Ariesman telah terakomodasi lantas menghubungi anak buah Ariesman, Trinanda Prihantoro, menagih janji.
Ariesman menyerahkan uang secara bertahap kepada Sanusi melalui Trinanda yang diserahkan kepada staf pribadi Sanusi, Gerry Prasetia, sebesar Rp 1 miliar, pada 28 Maret 2016, dan Rp 1 miliar lagi diserahkan pada 31 Maret 2016 yang diterima Gerry dari Trinanda di Cafe Kopi Luwak, Central Park, Jakbar, untuk diserahkan kepada Sanusi yang menunggu di FX Mall Senayan, Jaksel.
Sanusi lantas ditangkap penyidik KPK sewaktu mengendarai Mobil Jaguar warna hitam dengan nopol B 123 RX ketika hendak meninggalkan FX setelah menerima uang yang diantarkan Gerry.
Perbuatan terdakwa Ariesman telah melanngar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.