Sabtu, 4 Oktober 2025

Babak Baru Golkar

Konflik Golkar Reda Usai Munaslub, Waktu Akan Membuktikannya

Impian itu akan tercapai jika Golkar sudah mampu menjadi solid.

Penulis: Johnson Simanjuntak

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhelatan Partai Golkar dalam Musyarawah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Nusa Dua, Bali, pertengahan Mei ini berakhir sudah.

Sudah diketahui pemenangnya adalah Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI dan juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, mengalahkan pesaing terkuatnya, Ketua DPR RI Ade Komarudin.

Setya Novanto, politisi yang penuh kontroversi itu, akan menjadi nahkoda Partai Golkar hingga 2019, menggantikan Ketua Umum Aburizal Bakrie.

"Untungnya para elite Golkar masih memiliki akal sehat untuk mau berkompromi dan bersatu melalui Munaslub. Mengingat terselenggaranya Munaslub hanya bisa terlaksana jika kedua belah pihak mau duduk bersama dengan lebih mengedepankan kepentingan, keselamatan dan keutuhan partai ketimbang kepentingan ego semata."

Itulah sepenggal kalimat epilog yang disampaikan Mulawarman, dalam bukunya berjudul “Konflik Golkar, Siapa Yang Bermain?” yang diluncurkan di gedung DPR RI, Jumat 13 Mei 2016.

Namun, kata Mulawarman, mantan aktivis dan wartawan di berbagai media itu menegaskan Munaslub Partai Golkar yang diselenggarakan pada 14-17 Mei 2016 di Bali tidak akan pernah menghilang konflik di partai berlambang pohon beringin itu.

“Munaslub tidak akan menyelesaikan konflik. Justru potensi konflik tetap ada,” katanya.

Bagi penulis kelahiran Makassar ini, melihat ada yang “bermain” dalam carut marutnya eks partai penguasa mitra Orde Baru itu.

Kekuatan Golongan Karya yang menjadi partai politik pasca-reformasi itu menjadi momok menakutkan partai-partai politik yang ada, baik sejawatnya hasil fusi PPP dan PDIP, maupun parpol baru.

Menurutnya, hegemoni Golkar telah berurat-akar, yang merasuki sistem pemerintahan.

Setiap kader memiliki komitmen kuat untuk organisasi, yang menguasai simpul-simpul kekuasaan yang berujung pada kekuatan uang.

Beberapa indikasi seperti itulah, diantaranya yang menyebabkan penulis jebolan Universitas Hasanuddin Makassar itu menengarai keberadaan Golkar menjadi batu sandungan penguasa.

"Pemerintah tidak menginginkan adanya kekuatan lain yang menyaingi kekuasaannya. Apalagi Golkar bergabung dengan Koalisi Merah Putih (KMP), seteru partai penguasa yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH)," ujarnya.

Dia pun mencontohkan salah satu indikator adanya “intervensi” pemerintah masuk internal Golkar.

Diawali larangan Munas ke-9 Bali pada 30 November – 3 Desember 2014 versi Aburizal Bakrie (Ical) oleh Menko Polhukam, Tedjo Edhi Purdijatno, melalui Kapolri.

Menyusul perpecahan kubu Ical dan Agung Laksono (yang menyelenggarakan Munas versi Ancol, Jakarta), yang diperantarai Menkumham Yasonna H Laoly.

Pengamat Politik LIPI, Prof DR Siti Zuhro dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa konflik tersebut lebih disebabkan proses penggantian elite yang tidak sebagaimana mestinya.

Dijelaskan, konflik berulang antara lain disebabkan panjangnya antrian regenerasi di Golkar. Sehingga regenerasi seolah mampat.

Partai Golkar diharapkan jadi role model rumah persemaian kader calon pemimpin.

"Karena itu, Golkar harus mampu menciptakan kontestasi/kompetisi dengan memberikan peluang dan akses yang sama untuk kader-kader terbaik yang dimiliki partai peraih suara terbanyak pemilu legislatif 2014 ini,” kata Siti Zuhro.

Pasca Munaslub Bali, dengan terpilihnya Ketua Umum Setya Novanto, Mulawarman berharap ke depan Golkar mampu berjaya lagi sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, menjadi partai yang sehat dan semakin modern.

"Impian itu akan tercapai jika Golkar sudah mampu menjadi solid. Pada dasarnya Golkar hanya akan selamat dan berjaya, apabila Golkar solid dan bersatu. Konflik hanya akan merugikan Golkar. Bisa kah Golkar membuktikannya, waktu yang akan menjawabnya," kata Mulawarman.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved