Mosi Tidak Percaya Terhadap Pimpinan, BK DPD RI Akan Gelar Rapat Pleno
Menurut Fatwa, pihaknya akan mempelajari surat mosi tidak percaya tersebut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI, AM Fatwa mengatakan pihaknya sudah menerima surat mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPD yang diajukan sejumlah anggota DPD.
Menurut Fatwa, pihaknya akan mempelajari surat mosi tidak percaya tersebut.
"Kami akan segera melakukan rapat pleno. Sesudah rapat pleno tentu kami akan panggil pimpinan," kata Fatwa di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Menurut Fatwa, mengenai pimpinan DPD yang tidak ingin menandatangani hasil rapat paripurna, Badan Kehormatan akan meminta tandatangan tersebut.
Dikatakannya, tanda tangan itu kewajiban dan keharusan administratif.
"Suatu putusan paripurna harus ditandatangani pimpinan. Meski tidak mempunyai implikasi yuridis, tapi itu kelengkapan administratif," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani meminta Badan Kehormatan (BK) mengambil tindakan kepada pimpinan DPD yakni Irman Gusman dan Farouk Muhammad yang telah melakukan dua pelanggaran.
Dua pelanggaran itu termasuk kategori pelanggaran kode etik berat sesuai tata tertib DPD.
Benny menjelaskan, pelanggaran berat yang dilakukan pimpinan DPD yakni tidak mau menandatangani hasil keputusan rapat Paripurna yang berkaitan dengan pengesahan tata tertib.
Untuk pelanggaran kedua adalah pada rapat Paripurna tanggal 13 Maret 2016 Irman Gusman dan Farouk Muhammad menutup secara sepihak sidang tanpa persetujuan forum sidang Paripurna.
Pada saat itu sidang agendanya adalah penyampaian perkembangan alat kelengkapan.
"Nah atas dua pelanggaran itu maka kami bersama teman-teman menyampaikan laporan. Untuk BK memproses laporan kami dan kemudian BK harus mengambil tindakan," kata Benny di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/4/2016).
"Atas dua pelanggaran itu, kami menyampaikan surat mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD," kata Benny lagi.
Benny menilai, dengan dilakukannya dua pelanggaran Irman dan Faroek, maka keduanya telah kehilangan legitimasi.
Dikatakan Benny, pimpinan DPD, telah menyampaikan kebohongan publik padahal mereka mengemban tugas sebagai petinggi lembaga negara.