KPK Tangkap Legislator DKI
Tujuh Jam Geledah Gedung DPRD DKI, KPK Bawa Dua Dus Dokumen
Pantauan Tribunnews, saat keluar gedung DPRD DKI, tim penyidik membawa satu koper merah, satu tas jinjing dan dua dus dokumen.
"Sementara di ruang ketua DPRD di lantai 10, penyidik hanya memngambil file-file milik ketua," katanya.
Lamanya penggeldahan menurut Yuliadi, karena para penyidik mesti merekekapitulasi dokumen dari lima ruangan yang digeledah.
Dokumen yang dibutuhkan dan dianggap terkait dengan kasus yang sedang ditangani dipilah terlebih dahulu di lantai lima ruang Perundang-undangan dan Kesekretariatan Dewan sebelum dibawa ke Gedung KPK.
"Lama karena mereka merekap semua dari semua ruangan, lalu dibuat berita acara," pungkasnya.
Penggeledahan dilakukan penyidik setelah Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), pada kamis malam (31/3/2016).
Ia diduga menerima sejumlah uang dari pihak PT Agung Podomoro Land (APL). Berdasarkan dugaan awal Sanusi terjaring OTT pemberian uang kali kedua yang jumlahnya Rp2 miliar.
Uang tersebut diduga terkait suap untuk memuluskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, yang sedang digodok di DPRD DKI Jakarta.
Sanusi sebagai Ketua Komisi D yang membidangi masalah pembangunan memimpin pembahasan rancangan peraturan tersebut.
Pada kasus ini KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, M Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI serta Trinanda Prihantoro selaku karyawan PT APL.
Sanusi yang diduga sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Ariesman dan Trinanda selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.