Senin, 6 Oktober 2025

Dianugerahi Gelar Honoris Causa, Ginandjar Kartasasmita Ingatkan Hubungan Indonesia-Jepang

Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri Tahun 1998-1999, Ginandjar Kartasasmita, dianugerahi gelar Honorary Doctorate.

Editor: Dewi Agustina
Istimewa
Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Keuangan dan Industri/Kepala Bappenas Republik Indonesia Tahun 1998-1999, Ginandjar Kartasasmita, dianugerahi gelar Honorary Doctorate. Gelar tersebut didapat Ginandjar dari sebuah perguruan tinggi terkemuka di Jepang, National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS) di Tokyo, Jepang. 

"Dalam jangka waktu dua atau tiga dekade ke depan Indonesia akan berada pada langkah yang tepat untuk menjadi negara maju seperti Jepang atau Korea," tegas Ginandjar.

Saat ini Indonesia dan Jepang, memasuki tahapan selanjutnya. Ia menekankan hubungan baru tersebut harus bertumpu pada perdagangan dan investasi, dan bukan lagi bantuan.

Hubungan tersebut dijalankan berdasarkan fondasi peningkatan mutu sumber daya manusia yang lebih tinggi, input teknologi, dan peningkatan nilai tambah.

Ginandjar juga menjelaskan Indonesia dan negara Asia lainnya dapat belajar dari Jepang karena berhasil melakukan transformasi dari negara agraris menjadi negara industri.

Menyoroti Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Ginandjar menjelaskan Jepang dapat menjadikan Indonesia sebagai jangkar utama karena besarnya pasar Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini.

Menurut Ginandjar, MEA merupakan kawasan yang menarik secara ekonomi.

Menurutnya, di kawasan ini total penduduk di kawasan ini mencapai sekitar 620 juta jiwa, pertumbuhannya rata-rata mencapai 6 persen per tahun selama sepuluh tahun terakhir, dan besaran ekonominya mencapai 2,3 triliun dolar AS.

Jika digabungkan sebagai satu entitas ekonomi, maka MEA menduduki posisi ke tujuh dalam hal besarnya ekonomi, setelah Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Jerman, Perancis, dan Inggris.

Dengan kehadiran MEA sebagai entitas ekonomi, Ginandjar mengharapkan banyak munculnya pusat-pusat ekonomi, sehingga tidak perlu bertumpu kepada satu pusat seperti masa lalu.

Dengan semakin mengecilnya hambatan perdagangan di kawasan Asia Tenggara dan Selatan semakin meningkat, dan diharapkan dapat pula mengurangi kerentanan kontraksi ekonomi seperti jika hanya bertumpu pada Amerika Serikat atau Tiongkok.

"Dengan cara ini keseimbangan pertumbuhan di tingkat regional, dengan adanya negara-negara berpendapatan menengah seperti Indonesia mampu mengurangi kesenjangan dengan negara-negara berpendapatan tinggi, akan membawa stabilitas dalam politik dan ekonomi di keseluruhan kawasan Asia-Pasifik," tegas Ginandjar.

Ginandjar juga menekankan perubahan dalam bidang ekonomi dan politik yang dihadapi Jepang saat ini. Sekarang Jepang menghadapi persoalan karena tekanan utang, deflasi, dan penduduk yang tua.

Namun demikian, Ginandjar menekankan, dilihat dari sisi per kapita dan menghitung tingkat deflasinya, pertumbuhan ekonomi Jepang tidak seburuk yang diperkirakan oleh para pengamat jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan tinggi lainnya.

Ginandjar menilai saat ini ekonomi negeri Matahari Terbit ini menduduki posisi nomor tiga setelah Amerika Serikat dan Tiongkok.

Gabungan ekonomi Inggris dan Perancis, masih belum dapat melampaui Jepang.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved