Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Suap di Kementerian PU

IPW: Penyidik KPK Bergaya Tjakrabirawa

Jelas KPK dalam pengeledahan kemarin memperlihatkan sikap yang sangat arogan

Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM/Ferdinand Waskita
Suasana saat Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bersitegang dengan penyidik KPK saat penggeledahan di ruangan fraksi PKS. Fahri Hamzah menolak kehadiran Brimob bersenjata laras panjang saat penggeledahan berlangsung. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Neta S Pane mendukung langkah Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah melawan para penyidik KPK yang melakukan pengeledahan tanpa menggunakan SOP dan melanggar peraturan dan perundang-undangan.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch,  Neta memahami langkah Fahri yang melawan gaya ala pasukan Tjakrabirawa para penyidik KPK yang berani membentak-bentak pimpinannya.

“Jelas KPK dalam pengeledahan kemarin memperlihatkan sikap yang sangat arogan dan mengedepankan gaya militeristik. Gaya KPK ini mirip dengan pasukan Tjarabirawa dulu yang berani mendatangi rumah para jenderal. Saya sangat menyesalkan sikap-sikap yang seperti ini dan saya mendukung langkah Fahri melawan gaya KPK yang seperti ini,” ujar Neta S Pane di Jakarta, Sabtu (16/1/2016).

Neta mengatakan, sikap KPK yang membawa aparatur Brimob bersenjata lengkap sangat disesalkan karena selain melanggar prosedur penggunaan senjata di Polri, juga pengeledahan yang dilakukan dilandasi oleh surat yang salah dan tidak jelas dan pihak-pihak yang digeledah belum ditetapkan tersangka oleh KPK.

"KPK harusnya memahami bahwa  ada azas hukum praduga tidak bersalah," katanya

“Saya lihat surat perintah penyidikannya, disana tertulis hanya satu nama, yang lainnya hanya dan kawan-kawan dan tanggal disana juga tidak tertulis tanpa bulan yang jelas. Jelas prosedur mereka salah, tapi  masih berlagak arogan. Kalau orang salah dan  ngotot, jelas arogan namanya. Seluruh 560 anggota DPR kan kawan-kawan Damayanti, apa itu memberi kewenangan KPK untuk menggeledah seluruh ruangan di DPR? Apa arti kawan-kawan disana? kawan-kawan SMA? Kawan bermain? kawan separtai atau apa? Kan tidak jelas,” katanya.

Dengan langkah ini, maka menurut Neta, KPK justru seperti melemahkan sendiri lembaganya dan juga melemahkan sendiri upaya penyidikan yang mereka lakukan.

“Ini kalau melihat videonya KPK justru dilemahkan oleh perilaku anggotanya sendiri. Penyidikan terhadap orang yang tertangkap tangan pun bisa dibatalkan oleh pengadilan karena bukti-bukti yang didapatkan secara ilegal. Apa ini kesengajaan KPK? Kok aparatnya  seperti tidak tahu hukum,” ujarnya.

Neta meminta pimpinan KPK untuk segera mengambil tindakan keras dan tegas terhadap anggotanya  yang seperti itu karena sudah membahayakan institusi KPK dan penyidikan yang dilakukan KPK sendiri.

”Penyidik arogan harus dipecat, jangan sampai sikap-sikap  seperti ini berkembang di KPK. Kita tidak butuh penyidik KPK bergaya Tjakrabirawa,” tegasnya.

Dia  pun mengingatkan Fahri Hamzah untuk juga mengambil tindakan terhadap jajaran kesekjenan dan MKD yang menurut para penyidik KPK memberikan izin pada mereka.

”Pihak kesekjenan DPR juga harus bisa menjaga marwah DPR. Biro hukum kan bisa mencegah dan tidak mengizinkan pasukan Brimob bersenjata masuk ke DPR. Masak biro hukum tidak tahu hukum?,” ujarnya.

Neta pun berharap, seluruh anggota DPR mendukung sikap  Fahri Hamzah karena bagaimanapun lembaga DPR harus dijaga marwah dan kehormatannya.

“Tindakan Fahri harus didukung seluruh anggota DPR, karena kehormatan DPR sebagai lembaga tinggi negara harus benar-benar bisa terjaga. Tikus koruptor yang oknum DPR memang harus dibersihkan tapi jangan sampai upaya itu menginjak-injak lembaga tinggi negara,"  katanya.

Dalam penggeledahan KPK menurut catatan Fahri Hamzah  terdapat kesalahan mendasar. Kesalahan-kesalahan tersebut adalah sebagai berikut

1. Surat tugas penggeledahan menuliskan "atas nama Damayanti Wisnu Putrianti anggota Komisi V dan kawan-kawan"

2. Dalam surat tugas tidak ada nama lain selain Damayanti Wisnu Putrianti

3. Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Yudi Widiana Adia tanpa izin dan tidak ada surat penggeledahan atas nama Yudi Widiana Adia.

Begitu juga dengan nama  anggota DPR RI dari Golkar. Nama anggota DPR dari Golkar tersebut tidak ada dalam surat tugas

4. Tanggal surat tugas yang tertera adalah "14 Jakarta 2016" bukan 15 Januari 2016. Kata yang seharusnya  "Januari" malah ditulis "Jakarta"

5. Nama penyidik KPK atas nama Cristian yang berdebat melawan Pimpinan DPR tidak ada dalam surat tugas

6. KPK membawa pasukan tempur (Brimob) lengkap dengan atribut tempurnya

7. Dengan membawa pasukan tempur tersebut, KPK telah melanggar UU dan peraturan KPK sendiri

8. Protap tersebut tidak sesuai dengan pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM Polri

Selain itu dalam menggunakan senjata api, ada peraturan Kapolri. Dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia

Pasal 47

(1) Penggunaan  senjata  api  hanya boleh digunakan bila  benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia

(2) Senjata api bagi petugas  hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam  hal  menghadapi  keadaan luar biasa;

b. membela diri  dari ancaman kematian dan/atau luka  berat;

c. membela  orang  lain  terhadap ancaman kematian dan/atau luka  berat;

d. mencegah terjadinya  kejahatan berat  atau yang mengancam jiwa  orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang  membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved