Indonesia Galang Kerjasama Penyelesaian Migrasi Ireguler
Baik berupa kondisi politik-keamanan, hak asasi manusia, stabilitas, pembangunan, pengentasan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan hidup
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negara-negara di kawasan perlu bersama mencari pemecahan akar masalah migrasi ireguler.
Baik berupa kondisi politik-keamanan, hak asasi manusia, stabilitas, pembangunan, pengentasan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan hidup.
Demikian ditegaskan Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir dalam Jakarta Declaration Roundtable Meeting on Addressing the Root Causes of Irregular Movement of Persons, beberapa waktu lalu.
"Tanpa upaya tersebut, negara-negara kawasan tidak dapat mengambil keuntungan dari migrasi manusia sebagai bagian dari globalisasi," kata Fachir.
Sementara Direktur Jenderal Multilateral, Hasan Kleib menekankan pertemuan tersebut merupakan inisiatif Indonesia dalam memajukan pendekatan yang komprehensif dan berimbang dalam penanganan migrasi ireguler.
Dari sisi penindakan, pelindungan korban, deteksi dini, serta pencegahan.
"Kerjasama untuk penanggulangan akar masalah merupakan bentuk kerja sama di bidang pencegahan," ujarnya.
Selain itu, kata Kleib, pertemuan itu merupakan wujud komitmen Indonesia sebagai tindak lanjut Special Conference on Addressing Irregular Movement of Persons di Jakarta, Agustus 2013.
Kleib mengungkapkan hasil rekomendasi yang dihasilkan dalam pertemuan ini akan disampaikan ke Pertemuan Tingkat Menteri Bali Processtahun 2016.
Roundtable Meeting dihadiri oleh 13 negara yang terkena dampak langsung irregular movement of persons yaitu Afghanistan, Australia, Bangladesh, Iran, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Selandia Baru, Srilanka, Thailand, serta 4 organisasi internasional terkait International Organization for Migration (IOM), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), United Nations Development Programme(UNDP), dan Bali Process Regional Support Office (RSO).