Periksa DPR Harus Izin Presiden, Jaksa Agung: Kami Akan Patuh
Jaksa Agung menyebut putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat sehingga harus dilaksanakan.
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan akan mengikuti putusan MK terkait UU MD3 yang mengharuskan penegak hukum harus terlebih dahulu meminta izin presiden sebelum memeriksa anggota DPR.
Menurut Prasetyo putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat sehingga harus dilaksanakan.
"Memang ketentuannya begitu dan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat yang tentunya harus ditaati keputusannya," ujar Prasetyo di Rumah Duka Adnan Buyung Nasution, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu, (23/9/2015).
Prasetyo berpendapat putusan MK tersebut berangkat dari kekhawatiran apabila penegak hukum akan memeriksa anggota DPR harus terlebih dahulu meminta izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), maka akan ada perlindungan dan hak imunitas dari sesama anggota DPR tersebut.
"Sementara MKD bukan menangani masalah hukum tapi etika. Jadi putusan MK kembali ke putusan semula. Anggota DPRD minta izin Mendagri. Anggota DPR izin pada presiden," katanya.
Prasetyo tidak setuju apabila putusan MK tersebut dikatakan bakal menghambat proses hukum. Lantaran tidak semua masalah hukum yang pemeriksaan atau penangananya harus meminta izin presiden.
Seperti kasus korupsi dan terorisme, penegak hukum tidak perlu meminta restu presiden sebelum memeriksa anggota DPR.
"KPKtidak terikat izin, tapi jaksa polisi ikut. Kita gak boleh bilang menghambat atau tidak menghambat. Tadi saya sama Mendagri di Surabaya menyebutkan jika kejaksan selalu taat asas untuk selalu minta ijin,"pungkasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi memutuskan penegak hukum jika ingin memeriksa anggota DPR harus mendapat izin presiden. Dengan begitu, tak berlaku lagi aturan yang menyebut pemberian izin dapat memeriksa berasal dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Mahkamah (MK) berpendapat, izin tertulis seharusnya berasal dari presiden, bukan dari Mahkamah Kehormatan Dewan," kata Wahiduddin saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9/2015).