Ketua DPRD Bangkalan Ditangkap
Saksi Tak Bisa Bahasa Indonesia, Ruang Sidang Penuh Tawa
Sebanyak 27 orang saksi yang sebagian besarnya adalah warga asli Bangkalan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (27/8/2015), kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap jual-beli gas alam Bangkalan yang membelit mantan Bupati Fuad Amin Imron.
Dalam kesempatan itu, sebanyak 27 orang saksi yang sebagian besarnya adalah warga asli Bangkalan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Tidak seluruhnya mampu berbicara bahasa Indonesia dengan baik. Untuk itu Jaksa menghadirkan Agus Ramdani sebagai penerjemah Bahasa Madura.
"Mohon izin yang mulia. Saksi-saksi yang didatangkan sebagian besarnya berasal dari Bangkalan, dan bahasa Indonesianya kurang lancar dan butuh penerjemah bahasa Indonesia-Madura," kata JPU Titik Utami dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna Said, Kamis (27/8/2015).
Guna menunjang kelancaran persidangan, Hakim Muchlis yang juga fasih berbahasa Madura, lantas mengizinkan keberadaan penerjemah Bahasa Indonesia-Madura tersebut.
Dalam sidang itu bahkan memunculkan gelak tawa, saat Hakim Muchlis bertanya mengenai usia, salah seorang saksi bernama Hosni mengaku lupa dan menjawab sekenanya.
"Kaloppaen (lupa). Empak polo bulenen (empat 40-an)," kata Hosni.
Mendengar jawaban tersebut, Hakim Muchlis meralat pernyataan Hosni.
"Mungkin 40 tahun kali," kata hakim Muchlis yang kembali disambut tawa pengunjung.
Setelah riuh pengunjung persidangan mereda, Hakim Muchlis melanjutkan persidangan. Salah satunya dengan bertanya kepada Hosni mengenai adanya tekanan saat diperiksa penyidik KPK.
"Apakah pada saat diperiksa oleh KPK mendapat tekanan atau yang lainnya," tanya Hakim Muchlis.
Namun, lantaran pertanyaan tersebut terbilang panjang, sebagai penerjemah, Agus tak mampu menyampaikan pertanyaan itu kepada saksi dengan baik. Hakim Muchlis yang mampu berbahasa Madura pun mengambil alih dan bertanya langsung pada saksi menggunakan bahasa Madura.
"Ponapah pamareksaan penyidik sampon lerres napah bunten (Apakah pemeriksaan penyidik sudah benar apa belum)?" tanya Hakim Muchlis.
"Lerres (betul)," jawab Hosni.
"Bedeh tekenan napah bunten (Ada tekanan dan paksaan)," sambung Hakim Muchlis.