Pilkada Serentak
Negara Sering Abaikan Laporan Pelanggaran Pilkada oleh Aparatur Sipil Negara
Para calon petahana inilah yang berpeluang besar memanfaatkan birokrasi dan keluarganya untuk memenangkan pesta demokrasi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dari 269 daerah yang sejak awal direncanakan menggelar Pilkada Serentak tahun ini, terdapat 100 daerah lebih diikuti oleh calon petahana atau incumbent.
Para calon petahana inilah yang berpeluang besar memanfaatkan birokrasi dan keluarganya untuk memenangkan pesta demokrasi di daerah tersebut.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Pilkada Watch, Wahyu A Permana ketika Diskusi Pilkada dan Launching Pilkada Watch di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/8/2015)
"Pelaksanaan pilkada di lapangan hampir sebagian besar pelanggara diakibatkan oleh tidak netralannya birokrasi atau aparat sipil negara (asn). Politik balas budi dari pejabat dan staff di pemda pada calon kepala daerah khusunya petahana marak ditemukan," kata Wahyu.
Selain itu, kata Wahyu, para calon petahanan ini juga berpeluang besar memanfaatkan jaringan birokrasi melalui politik kekerabatan dengan modus pemanfaatan aset pemerintah daerah dalam proses kampanye.
Pemanfaatan dana APBD juga berpeluang terjadi dalam Pilkada serentak. Modusnya melalui keterlibatan SKPD dalam membiayai kegiatan kampanye calon kepala daerah.
Di tempat yang sama, Dewan Pakar Pilkada Watch Indra J Pilliang pun mengakui banyak laporan yang masuk soal modus pelanggaran yang dilakukan aparat negara di daerah, khususnya yang dilakukan lurah atau sekretaris daerah dalam pilkada.
Lurah dan Sekda diungkapkan Indra masuk dalam kategori aparat negara di bawah monitoring Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Euforia Pilpres belum habis, sudah dihadapi pilkada serentak nanti. Kalau tidak dikelola dengan baik maka justru bisa berakibat negatif pada sektor ekonomi politik dan sosial. Pelanggaran pilkada sudah banyak masuk laporannya terutama yang dilakukan aparat sipil negara," kata Indra.
Meski begitu, Indra menyayangkan, karena acapkali laporan masyarakat mengenai penyelewenangan aparat pemerintah itu diabaikan, jadi banyak masyarakat yang terlanjur apatis dalam proses Pilkada yang berlangsung saat ini.
Karena itu, tegas Indra, lahirnya Pilkada Watch bertugas untuk menerima, menginvestigasi dan mengadvokasi laporan masyarkat soal pelanggaran di pilkada serentak 2015 ini.
Untuk membantu tugas pengawasan Pilkada Watch juga membuka dan menerima relawan Pilkada dari masyarakat di seluruh wilayah tingkat provinsi, kabupaten, kota di Indonesia. Cara pendaftaran bisa dilakukan melalui website Pilkada Watch.
Sejauh ini, beberapa kasus yang sedang diinvestigasi Pilkada Watch, di antanya kasus dugaan ijazah palsu calon kepala daerah di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah, dugaan pemanfaatan aset daerah oleh calon kepala daerah di Tangerang Selatan dan netralitas aparat di Kabupaten Tanah Tidung Kalimantan Utara.
Selain itu, kata Indra, juga ada soal dugaan mobilisasi PNS di Kabupaten Pemalang oleh imcumbent dan dugaan mobilisasi masyarakat oleh camat di Kabupaten OKU, Sumatera Selatan.