Pilkada Serentak
PPP Kubu Romy Tuding KPU Ikut Memecah Belah Partai
PPP kubu Romahurmuziy menuding KPU telah membantu memecah belah partai politik dengan mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015 tentang tanda tangan berkas pencalonan kepala daerah oleh dua kepengurusan bagi partai yang berkonflik mendapat kritik keras dari PPP versi Muktamar Surabaya.
Sekretaris Jenderal DPP PPP kubu Romahurmuziy, Aunur Rofiq menilai KPU telah mengakui dualisme kepengurusan yang bukan menjadi wewenangnya. Karena wewenang kepengurusan ada di tangan Menteri Hukum dan HAM bukan KPU.
"KPU telah mengakui dualisme kepengurusan partai. Itu domain Kemenkumham. Kita terimakasih KPU telah membantu memecah belah partai sampai ke daerah," kata Aunur Rofiq di rumah Muhaimin Iskandar, Ciganjur, Jakarta Selatan, Minggu (26/7/2015).
Aunur menilai peraturan tersebut memberikan peluang bagi partai untuk berkonflik kemudian mengikuti pesta demokrasi. PPP kubu Romy sendiri tetap memberikan rekomendasi pengusungan calon kepala daerah.
Partai berlambang Kakbah itu mengeluarkan surat keputusan untuk calon kepala daerah yang ditandatangani Romahurmuziy dan Aunur Rofiq. Ia beralasan pihaknya paling berhak karena mengantongi SK Menkumham untuk kepengurusan sah PPP.
Sebelumnya, DPD PPP Kota Surakarta mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah sekaligus menyomasi Anggota KPU Pusat.
Ketua DPD PPP Kota Surakarta Arif Sahudi, Kamis (23/7/2015), mempermasalahkan aturan dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang tanda tangan berkas pencalonan kepala daerah oleh dua kepengurusan bagi partai yang berkonflik.
Arif berpendapat PKPU Nomor 12 Tahun 2015 bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik mengenai susunan kepengurusan baru parpol yang ditetapkan oleh keputusan menteri dan Pasal 115 UU Tata Usaha Negara yang menyatakan hanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.
Dia menilai keberadaan PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tersebut merugikan pihaknya yang telah menerima pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM tanggal 28 Oktober 2014.