Minggu, 5 Oktober 2025

Hari Kebebasan Pers Sedunia, Inilah Tujuh 'Catatan Merah' Terkini Jurnalis Indonesia

3 Mei 2015, bertepatan dengan Hari Kebebasan Pers Sedunia, inilah tujuh 'catatan merah' terkini dunia jurnalisme Indonesia.

Stop kekerasan terhadap jurnalis 

TRIBUNNEWS.COM - Peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Day) yang jatuh di setiap 3 Mei merupakan momentum bagi jurnalis, perusahaan media, pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat untuk merefleksikan kembali praktik kebebasan pers dan independensi media di Indonesia, sebagai prasyarat sebuah negara yang demokratis.

"Sayangnya, berbagai ancaman dan intervensi terhadap tugas-tugas jurnalistik Indonesia masih terus jadi ancaman kebebasan pers," sesal Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Ahmad Nurhasim lewat siaran pers Hari Kebebasan Pers Sedunia, Minggu 3 Mei 2015. 

Berikut Ini Tujuh 'Catatan Merah' AJI Jakarta terkait masih banyaknya ancaman terhadap kebebasan pers, terutama pemidanaan dan kekerasan yang menimpa jurnalis dan media di Jakarta dan sekitarnya selama setahun terakhir.

1. Kasus The Jakarta Post

Kasus pemidanaan yang mendapat sorotan keras satu tahun terakhir adalah langkah Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat, sebagai tersangka dengan tuduhan melakukan penistaan agama.

Atas tuduhan ini Meidyatama terancam hukuman penjara di atas 5 tahun. Meidyatama menjadi tersangka pada Desember 2014 setelah The Jakarta Post pada Juli 2014 memuat karikatur yang mengritik kekerasan dan pembunuhan atas nama agama yang dilakukan oleh Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Islamic State (IS).

Pelapornya adalah kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan isi karikatur tersebut.

Sampai kini Meidyatama masih berstatus tersangka. Polda Metro Jaya hingga kini belum menghentikan kasus tersebut, meskipun Dewan Pers sudah merekomendasikan agar kepolisian menghentikan kasus Jakarta Post dan mencabut status tersangka terhadap Meidyatama.

Tapi sampai hari ini, status tersangka masih melekat pada Meidyatama.

2. Kasus Tempo

Ancaman terhadap kebebasan pers lainnya adalah langkah Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) melaporkan majalah Tempo ke Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri) atas berita yang memuat aliran dana yang diduga melibatkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, akhir Januari 2015 lalu.

Pelapor hendak memidanakan Tempo karena majalah ini dianggap menyebarkan data-data rahasia perbankan.

Dalam kasus ini, Dewan Pers menyatakan pemberitaan tentang aliran dana Budi Gunawan tersebut telah sesuai dengan kode etik jurnalistik dan Undang-Undang Pers sehingga tidak layak dipidanakan. Kasus ini kini ditangani oleh Polda Metro Jaya.

Selain masalah kriminalisasi dan pemidanaan akibat pemberitaan, kekerasan juga masih menghantui para jurnalis. Sejak awal tahun 2015 saja, sejumlah kekerasan kerap menimpa jurnalis yang sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya.

3. Wartawan Dikeroyok Satpam Apartemen Cempaka Mas

Kasus terbaru, pekan lalu, kontributor RCTI Rani Sanjaya dan Berita Satu TV Robi Kurniawan dikeroyok dan dipukul oleh belasan petugas keamanan saat meliput aksi protes yang dilakukan penghuni Apartemen Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Selain itu, jurnalis lain yang mendapat intimidasi dari petugas keamanan setempat adalah Muhammad Rizki (Metro TV) dan Samarta (SCTV).

Sampai kini Kepolisian Resort Jakarta Pusat belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.

4. Wartawan di Bekasi Dikeroyok Politikus PAN

Sebelumnya, akhir Februari 2015 lalu, jurnalis harian Radar Bekasi, Randy Yosetiawan Priogo, juga dikeroyok oleh seorang politikus lokal dari Partai Amanat Nasional Kota Bekasi.

Kekerasan ini terjadi sehari setelah Radar Bekasi memuat berita ihwal PAN Kota Bekasi. Dua tersangka sudah ditahan di Kepolisian Resort Bekasi Kota, tapi sampai kini mereka belum diadili.

Belakangan, Randy dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik atas pemberitaan tersebut. Pelapornya adalah Ketua PAN Bekasi Utara Iriansyah.

Dalam kasus pelaporan pencemaran nama baik, Kepolisian Resort Bekasi Kota tidak meneruskan kasus tersebut karena menilai masalah itu masuk ranah jurnalistik.

5. Berita TV Jadi Corong Politik Pemilik Media

Ancaman terhadap kebebasan pers lainnya berupa intervensi pemilik televisi kepada ruang redaksi. Kondisi terjadi sejak pemilihan umum 2014 hingga detik ini.

Secara kasat mata, sebagian besar pemberitaan di Metro TV, TV One, ANTV, dan MNC Grup (RCTI, Global TV, dan MNC TV) hanya menjadi corong politik pemiliknya yang juga seorang politikus.

Tidak hanya dalam siaran berita, kepentingan politik pemilik televisi masuk dalam siaran non-berita seperti sinetron dan siaran langsung ajang pencarian bakat.

"Bahkan berita ticker (news ticker) tak luput menjadi corong pemilik televisi memasukkan pesan politik dan kepentingan bisnisnya, seperti sering terlihat di RCTI, Global TV, dan MNC TV," sesal Ahmad Nurhasim.

Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh, pengusaha yang juga Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

TV One dan ANTV dimiliki oleh Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar hasil Kongres Bali; dan MNC grup milik Hary Tanoesoedibjo, pengusaha yang juga Ketua Umum Partai Perindo dan bekas Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Terkadang, siaran berita yang bias kepentingan politik pemiliknya muncul di televisi milik pengusaha Chairul Tanjung (Trans TV dan Trans 7) berupa pidato pejabat tertentu dalam durasi yang cukup panjang.

6. Frekuensi Publik Untuk Kepentingan Pribadi

Para pemilik televisi yang juga seorang politikus jelas-jelas telah menyalahgunakan izin siaran.

Sebab mereka telah menggunakan frekuensi milik negara yang bersifat sangat terbatas itu untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Karena itu, AJI Jakarta mendesak pemerintah mencabut izin penyiaran televisi tersebut karena mereka telah menyalahgunakan frekuensi publik milik negara.

Mereka sudah tidak memenuhi syarat penggunaan frekuensi sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang (UU) No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang mewajibkan setiap frekuensi digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan umum masyarakat, antara lain melalui pemberitaan yang berimbang dan independen.

Dari serentetan kasus yang terjadi sejak tahun lalu itu, AJI Jakarta menilai bahwa media dan jurnalis di Jakarta dan sekitarnya masih menghadapi ancaman kriminalisasi dan tindakan kekerasan.

7. Polisi Jangan Buru-buru Gunakan Pasal Pidana

Selain itu, AJI Jakarta menilai kepolisian masih belum memahami dengan baik bahwa jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kepolisian hendaknya tidak serta merta memproses laporan masyarakat terkait jurnalistik dengan pasal pidana.

Sebab, berdasarkan UU Pers, segala kasus yang terkait dengan sengketa produk jurnalistik harus diselesaikan lewat Dewan Pers.

Di Hari Kebebasan Pers Dunia ini, AJI Jakarta mengingatkan kembali kepada kepolisian untuk merujuk UU Pers saat menangani laporan masyarakat seputar sengketa pemberitaan.

Semangat undang undang yang diterbitkan di awal era reformasi ini adalah melindungi jurnalis dan kebebasan pers.

Rujukan lain aparat kepolisian ialah Nota Kesepahaman antara Kepala Kepolisian dan Dewan Pers, yang intinya segala sengketa pemberitaan harus dimediasi oleh Dewan Pers.

Meskipun jurnalis masih sering mengalami ancaman berupa kekerasan, kriminalisasi atau pemidanaan hingga intervensi pemilik, di Hari Kebebasan Pers Dunia, AJI Jakarta menyerukan kepada jurnalis di Jakarta dan sekitarnya untuk tetap dan selalu menegakkan kode etik jurnalistik serta kode perilaku dalam setiap kegiatan jurnalistik dan terus meningkatkan kualitas karya jurnalistik.

Dengan proses kerja dan karya jurnalistik yang taat kode etik serta kode perilaku, berbagai ancaman tersebut dapat dihindari dan dilawan.

Dalam momentum Hari Kebebasan Pers Dunia kali ini, AJI Jakarta menyatakan:

1. Stop Kasus Karikatur The Jakarta Post:

AJI JAKARTA Kembali mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk segera menghentikan kasus karikatur Jakarta Post sebagaimana saran dan rekomendasi yang telah disampaikan oleh Dewan Pers.

Kami mendesak Polda Metro Jaya untuk segera mencabut status tersangka yang kini masih melekat pada Pemimpin Redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodiningrat.

2. MOU Kapolri dan Dewan Pers Harus Jadi Pegangan

Mendesak Mabes Polri, Polda Metro Jaya, dan kepolisian di sekitar Ibu Kota untuk merujuk pada UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers saat menangani laporan kasus jurnalistik dari masyarakat.

Prosedur penanganan perkara sengketa pemberitaan yang telah diatur dalam UU Pers dan MoU tersebut masih belum dipahami oleh kepolisian di daerah.

3. Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis Agar Diproses

Mendesak Kepolisian Resort Jakarta Pusat dan Kepolisian Resort Bekasi Kota untuk segera menyeret pelaku kekerasan terhadap jurnalis ke proses hukum agar kasus-kasus yang mengancam jurnalis tidak berulang.

4. Cabut Izin Siar yang Disalahgunakan

Mendesak pemerintah untuk mencabut izin penyiaran televisi yang pemiliknya telah menyalahgunakan frekuensi publik milik negara.

Mereka sudah tidak memenuhi syarat penggunaan frekuensi sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang (UU) No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang mewajibkan setiap frekuensi digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan umum masyarakat, antara lain melalui pemberitaan yang berimbang dan independen.

5. Profesional Dengan Kode Etik Jurnalistik

Menyerukan kepada para jurnalis untuk senantiasa mentaati kode etik jurnalistik saat melakukan kegiatan jurnalistik.

Kami juga menyerukan kepada jurnalis untuk memperkuat independensi di ruang redaksi (newsroom) agar berita yang dihasilkan semakin berkualitas sehingga menjadi referensi bagi publik.

6. Gunakan Mekanisme Hak Jawab, Bukan Lapor Polisi

Menyerukan kepada anggota masyarakat yang keberatan, menyampaikan protes ataupun menyanggah berita yang dimuat di media untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan melalui mekanisme hak jawab, koreksi, ataupun melalui Dewan Pers, bukan dengan melapor kepolisian.  (Agung BS)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved