Selasa, 30 September 2025

Opini

Barter Perkara Korupsi

Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa penyidikan dan status tersangka terhadap BG dinyatakan tidak sah.

Editor: Hasanudin Aco
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Spanduk berisi tanda tangan dan harapan masyarakat untuk Kapolri Bersih digelar saat hari bebas kendaraan bermotor di depan pos polisi Bundaran HI, Jalan MH Tharin, Jakarta Pusat, Minggu (18/1/2015). Aksi tersebut digelar Koalisi untuk Reformasi Polri untuk mendesak Presiden Joko Widodo memilih Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang bersih dan bebas korupsi. WARTA KOTA / HENRY LOPULALAN 

Munculnya ide tentang barter perkara korupsi sesungguhnya beranjak dan bermula dari tindakan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengangkat pelaksana tugas (Plt) KPK.

Pada kenyataannya perppu dipakai oleh elite busuk untuk merusak KPK. Presiden gagal menggunakan instrumen yang dia buat sendiri untuk segera menyelamatkan KPK dari gelombang kriminalisasi.

Perppu ini jauh lebih layak disebut sebagai jebakan bagi KPK sendiri, pintu masuk yang paling mudah digunakan untuk menghancurkan KPK. Sejauh ini setidaknya ada dua kelemahan mendasar perppu KPK. Pertama, perppu yang memberikan kekuasaan kepada presiden untuk mengangkat Plt tidak memuat kriteria substantif bagi setiap orang yang diangkat sebagai Plt.

Seharusnya dalam situasi genting ada tindakan yang selektif dan tegas terhadap masuknya Plt yang diduga keras memiliki konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK. Ketika Presiden mengabaikan ini, kehadiran Plt justru menggiring terjadinya "demoralisasi", misalnya, aksi demonstrasi di internal KPK.

Kedua, perppu akan jadi senjata "kedua" DPR untuk menjebak presiden dengan menyetujui hadirnya perppu. Jebakan yang sama ketika presiden mengajukan calon Kepala Polri yang berstatus tersangka korupsi. Pada jebakan pertama, kelalaian presiden menggunakan kekuasaannya telah terbukti mendeligitimasi pemberantasan korupsi.

Terakhir, presiden harus segera menyadari kekeliruannya. Makin lama ia dibiarkan tenggelam dalam kekeliruannya, bukan tak mungkin seluruh perkara korupsi yang melibatkan elite politik, pebisnis, dan penegak hukum akan segera "dibarter" dengan kasus-kasus kriminalisasi.

Reza Syawawi
Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia

Sumber: KOMPAS
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved