Opini
Barter Perkara Korupsi
Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa penyidikan dan status tersangka terhadap BG dinyatakan tidak sah.
Munculnya ide tentang barter perkara korupsi sesungguhnya beranjak dan bermula dari tindakan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengangkat pelaksana tugas (Plt) KPK.
Pada kenyataannya perppu dipakai oleh elite busuk untuk merusak KPK. Presiden gagal menggunakan instrumen yang dia buat sendiri untuk segera menyelamatkan KPK dari gelombang kriminalisasi.
Perppu ini jauh lebih layak disebut sebagai jebakan bagi KPK sendiri, pintu masuk yang paling mudah digunakan untuk menghancurkan KPK. Sejauh ini setidaknya ada dua kelemahan mendasar perppu KPK. Pertama, perppu yang memberikan kekuasaan kepada presiden untuk mengangkat Plt tidak memuat kriteria substantif bagi setiap orang yang diangkat sebagai Plt.
Seharusnya dalam situasi genting ada tindakan yang selektif dan tegas terhadap masuknya Plt yang diduga keras memiliki konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK. Ketika Presiden mengabaikan ini, kehadiran Plt justru menggiring terjadinya "demoralisasi", misalnya, aksi demonstrasi di internal KPK.
Kedua, perppu akan jadi senjata "kedua" DPR untuk menjebak presiden dengan menyetujui hadirnya perppu. Jebakan yang sama ketika presiden mengajukan calon Kepala Polri yang berstatus tersangka korupsi. Pada jebakan pertama, kelalaian presiden menggunakan kekuasaannya telah terbukti mendeligitimasi pemberantasan korupsi.
Terakhir, presiden harus segera menyadari kekeliruannya. Makin lama ia dibiarkan tenggelam dalam kekeliruannya, bukan tak mungkin seluruh perkara korupsi yang melibatkan elite politik, pebisnis, dan penegak hukum akan segera "dibarter" dengan kasus-kasus kriminalisasi.
Reza Syawawi
Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International Indonesia