Pengamat: Aneh Kalau Jokowi Pertanyakan Kualitas Kenegarawanan Syafii dan Jimly
"Nah, untuk pekerjaan yang semacam itu barulah diperlukan Keppres sebagai dasar hukum bagi tim untuk melaksanakan tugasnya," jelasnya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim independen hanyalah penamaan untuk menyebut sejumlah nama tokoh yang dipercaya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan masukan seputar alternatif solusi penyelesaian konflik antara KPK dan Polri.
Karena sifatnya hanya memberikan masukan, menurut Pengamat Politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, tidak perlu Keppres sebagai payung hukumnya.
"Itu kan hanya informal saja. Masa cuma mau minta pendapat dari para tokoh saja Presiden harus buat Keppres dulu? Ya enggak begitu donk aturannya," tegas dia kepada Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Lain halnya, imbuh dia, kalau Presiden bermaksud memberikan tugas kepada tim itu untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, dimana tim tersebut bertindak untuk dan atas nama Presiden. Misal, kata dia, tim independen dibentuk sebagai tim pencari fakta atau menjadi tim mediator bagi KPK dan Polri.
"Nah, untuk pekerjaan yang semacam itu barulah diperlukan Keppres sebagai dasar hukum bagi tim untuk melaksanakan tugasnya," jelasnya.
Jadi sangat aneh kalau ada pihak mempertanyakan dasar hukum dari tim independen dalam memberikan masukan atau rekomendasi kepada Presiden. Dan itu sangat mengada-ada.
Tetapi, menurut dia, kalau yang disoal dari tim itu terkait dengan rekomendasinya yang dinilai tidak obyektif sehingga Presiden diminta untuk tidak mengikuti masukan dari tim tersebut, itu boleh-boleh saja.
"Namanya juga berpendapat, ya bebas-bebas saja," tuturnya.
Tetapi Said punya pandangan sendiri soal itu. Menurut dia, Presiden justru perlu mendengar masukan dari tim independen tersebut. Sebab kebanyakan dari mereka adalah para negarawanan.
"Aneh sekali. Kalau masih ada yang mempertanyakan kualitas kenegarawanan dari orang sekelas Buya Syafii dan Profesor Jimly, misalnya. Untuk diketahui, sistem ketatanegaraan kita pasca amendemen konstitusi banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Jimly Asshiddiqie. Dia itu salah satu Guru Besar Hukum Tata Negara Indonesia paling senior yang turut meletakan dasar-dasar hukum kenegaraan kita. Begitu faktanya," tandasnya.
Oegroseno dan Erry Riyana juga mantan wakil pimpinan Polri dan mantan pimpinan KPK yang punya reputasi bersih.
Lebih dari itu, para anggota tim independen merupakan orang-orang yang tidak memiliki conflict of interest dalam persoalan KPK dan Polri. "Sehingga obyektivitas dari tim itu saya kira tidak perlu diragukan," tegasnya.
Sebelumnya, Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Pramono Anung menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar lebih mendengar masukan lembaga negara dibandingkan Tim Konsultatif Independen untuk menyelesaikan kemelut KPK dan Polri.
"Seyogyanya Presiden lebih menggunakan lembaga negara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masalah KPK dan Polri seyogyanya beliau undang MA, MK, DPR, DPD. Mengikuti tradisi baik yang dibangun almarhum Taufik Kiemas dan SBY," kata Pramono di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (29/1/2015).
Lebih lanjut Pramono menilai rekomendasi Tim Konsultatif Independen yang dibentuk Presiden Jokowi itu tidak obyektif. "Kalau kita lihat statement (tim independen) sebelumnya itu sudah berpihak, tidak independen," kata Pramono.
Dirinya juga mempertanyakan dasar hukum tim independen dalam memberikan rekomendasi kepada Kepala Negara.
"Saya menanyakan apa yang jadi dasar mereka menyampaikan rekomendasi. Mereka belum punya Keppres, atas dasar apa mereka bekerja? Ini urusan negara bukan urusan perseorangan," kata Pramono.