Todung : Tak Terbukti di Persidangan, Para Terdakwa Layak Diputus Bebas
“Tuduhan JPU bahwa terdapat persekongkolan tender adalah premature karena sesuai dengan Pasal 22 jo. Pasal 30 ayat (1) UU Anti Monopoli,
TRIBUNNEWS.COM,MEDAN - Kuasa hukum PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero, Todung Mulya Lubis menegaskan Yang Mulia Majelis Hakim perkara peremajaan Life Time Extension (LTE) Gas Turbine GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan, Medan (LTE GT 2.1 & GT 2.2) selayaknya menegakkan keadilan dan mendengarkan hati nuraninya dengan memutus bebas para terdakwa.
Alasannya, selama persidangan berlangsung dalam lima bulan terakhir, fakta-fakta dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukan secara gamblang bahwa para terdakwa LTE PLTGU PLN Medan tidak memenuhi unsur melawan hukum, tidak unsur memperkaya diri/pihak lain, dan tidak unsur merugikan keuangan negara tidak terbukti secara meyakinkan. .
Todung menegaskan hal tersebut usai pembacaan pembelaan (Pledoi) para terdakwa di Pengadilan Tipikor, Medan, Rabu (24/9/2014).
Sebagai catatan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggunakan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor sebagai dasar tuntutan JPU.
Unsur melawan hukum, melakukan korupsi (memperkaya diri/pihak lain), dan merugikan keuangan negara merupakan dasar dakwaan Jaksa menjerat para tenaga ahli yang dijadikan dasar kepada terdakwa dituduh melakukan korupsi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menuduh mereka melakukan persekongkolan tender dalam pekerjaan LTE PLTGU Belawan.
“Tuduhan JPU bahwa terdapat persekongkolan tender adalah premature karena sesuai dengan Pasal 22 jo. Pasal 30 ayat (1) UU Anti Monopoli, KPPU saja sebagai lembaga yang mengawasi persaingan usaha tidak pernah memberikan putusan bahwa telah terjadi persekongkolan tender pengadaan pekerjaan LTE,” tutur Todung, Rabu (24/9/2014), melalui rilis yang dikirim ke Tribunnews.
Menurut Todung, para terdakwa juga terbukti tidak memenuhi unsur “Perbuatan Melawan Hukum”, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-UndangUU Tipikor.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 003/PUU-IV/2006 tertanggal 25 Juli 2006 (“Putusan MK No. 003/2006”), menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945, dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Berdasarkan Putusan MK No. 003/2006 tersebut, yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor adalah perbuatan melawan hukum dalam arti formil, artinya perbuatan tersebut harus diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada faktanya, JPU hanya menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa adalah perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 305.K/DIR/2010 tanggal 3 Juni 2010 (“Kepdir No. 305”), dan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 994.K/DIR/2011 tanggal 31 Mei 2011 (Kepdir No. 994). Sebagai catatan, Kepdir No. 305 mengatur tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa APLN PT PLN.
Adapun Kepdir No. 994 mengatur tentang Kebijakan Penggunaan Spare Part Non Original Equipment Manufacturer (Non-OEM) Mesin Pembangkit di Lingkungan PT PLN.
“Padahal, Keputusan Direksi No. 305 bukanlah suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud oleh UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Oleh karenanya, jika seandainya pun ada para terdakwa melakukan pelanggaran terhadap Kepdir No. 305 dan Kepdir No. 994, maka pelanggaran tersebut sudah selayaknya tidak masuk ke dalam ranah tindak pidana korupsi, melainkan hukum ketenagakerjaan,” papar Todung.
Todung menambahkan, Kepdir No. 994 tidak dapat diterapkan dalam pekerjaan LTE karena ruang lingkup Kepdir No. 994 jelas berbeda.
Kepdir 994 merupakan pedoman untuk mendapatkan spare parts non-OEM melalui proses Reverse Engineering, dan bukan dimaksudkan untuk proses pelelangan.