Jokowi JK
Penggiat Desa Kritik Konsep Ekonomi Kerakyatan Prabowo
Menjadikan masyarakat desa sebagai produsen, sangat penting untuk menjadi perhatian.
Konsep ekonomi kerakyatan Prabowo dinilai kontradiktif dengan strategi MP3EI Hatta Radjasa.
Jakarta - Tri Mumpuni, perintis pengembangan desa, yang terkenal dengan prestasinya menerangi 65 desa pelosok di Indonesia dengan teknologi mikrohidro, memberikan komentar terhadap isu kesejahteraan sosial yang disampaikan pasangan calon presiden dalam debat calon presiden II yang berlangsung Minggu malam lalu.
Pada saat ini menurut Tri Mumpuni, isu kemiskinan belum teratasi dengan baik. Terpisahnya masyarakat lokal dengan budaya lokal jadi akar masalah yang harus diselesaikan dengan pendampingan terhadap masyarakat.
"Desa itu mampu menciptakan nilai tambah terhadap sumber daya yang selama ini diambil secara mentah", ujar Tri Mumpuni, yang disampaikan dalam menyikapi hasil debat calon presiden, khususnya dalam isu kesejahteraan sosial, yang berlangsung di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 17 Juni 2014.
Menjadikan masyarakat desa sebagai produsen, sangat penting untuk menjadi perhatian. Rakyat, menurut Tri Mumpuni, tidak hanya diberikan akses untuk memiliki tanah dan sumber daya, tetapi juga harus diimbangi dengan memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk melakukan pengelolaan.
Tri menilai, anak muda Indonesia sebenarnya sudah memiliki kesadaran untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal Ini dapat dimanfaatkan sebagai penunjang kegiatan pendampingan terhadap desa nantinya.
Pernyataan Jokowi tentang pembangunan yang dimulai dari desa dalam pandangan Tri Mumpuni akan memberikan harapan yang lebih cerah bagi pengembangan desa.
"Kami harapkan Bapak Jokowi dalam program kerjanya akan dapat menciptakan sarjana yang mau membantu masyarakat desa untuk berkarya dan melakukan langkah konkret.", demikian ditegaskan Tri Mumpuni.
Dalam kesempatan yang sama Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Suryo Adibowo, menilai ada kontradiksi yang besar antara klaim ekonomi kerakyatan yang menjadi retorika Capres Prabowo Subianto dengan sikap cawapresnya Hatta Rajasa yang ingin membawa konsep Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Keberadaan dua sikap yang berbeda secara prinsipil itu menunjukkan bahwa Prabowo Subianto tak menguasai isu perekonomian sama sekali.
"Mungkin ini terjadi karena Prabowo tak menguasai isu perekonomian. Dia tak tahu bahwa untuk melanjutkan MP3EI akan menihilkan ekonomi rakyat. Jadi retorika dan nama ekonomi rakyat saja yang masuk visi misinya, tapi nanti dijalankan MP3EI," kata Suryo di Jakarta.
MP3EI itu menurut Suryo diletakkan fondasinya di era Pemerintahan SBY-Boediono. Pasangan Prabowo, Hatta Rajasa adalah salah satu penyusunnya. Kemungkinan besar, konsep itu akan dibawanya kembali.
Sejak awal program, menurut Suryo, MP3EI sudah dikritik karena di satu sisi mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi di sisi lain takkan bisa mengendalikan kesejangan ekonomi antara si miskin dan si kaya yang akan semakin lebar.
"Dan harus dicatat, dengan MP3EI, pertanian rakyat justru akan terpuruk. Walau ada investasi di bidang pertanian, MP3EI akan mengarahkannya kepada yang bersifat padat modal seperti pembangunan perkebunan," jelasnya.
Pembangunan pertanian model demikian, lanjutnya, hanya akan memberi ruang bagi penguasa besar dan asing yang bermodal besar. Hal itu jelas akan menghabiskan lahan yang selama ini digunakan petani kecil.
"Jelas itu bukan untuk ekonomi rakyat seperti petani kecil. Sementara Prabowo bilang dia ingin ekonomi rakyat. Bagaimana mungkin mendorong ekonomi rakyat sekaligus mendorong MP3EI? Ini kontradiksi dan takkan mungkin. Itu mustahil," tandasnya.
Tri Mumpuni yang merupakan Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan, ikut menambahkan bahwa program MP3EI akan membuat rakyat secara masif kehilangan faktor-faktor produksi. Fakta nyata terkait itu sudah terjadi di Merauke, Papua, dimana ada proyek Merauke Integrated Farming and Energy.
"Di Merauke, orang yang dulu hidup damai dengan makan sagu, lingkungan aman, sekarang semua lingkungan tanah jadi rata karena jadi lahan proyek," kata Tri.
"Ingat, pertumbuhan ekonomi tak sama dengan kemakmuran dan pemerataan kemakuran. Tak perlu dua digit pertumbuhan ekonomi. Yang penting ekonomi tumbuh dan kemakmuran merata."
Menurutnya, tak ada guna bila pertumbuhan ekonomi dikejar dengan investasi tapi ujungnya hanya menciptakan jurang makin lebar antara si kaya dan si miskin. (skj) (Advertorial)