Konvensi Demokrat
Ali Masykur: Toleransi Dasar Pemersatu Bangsa
tetapi harus terlebih dahulu menggunakan pendekatan budaya dengan komunikasi sebagai senjata utamanya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden Konvensi Partai Demokrat Ali Masykur Musa menyatakan bahwa Indonesia adalah satu, tidak ada yang lebih unggul antara kaum mayoritas atau minoritas. Oleh karena itu, untuk mencegah konflik horizontal terjadi di tanah air, bukan hanya dibutuhkan pendekatan keamanan, tetapi harus terlebih dahulu menggunakan pendekatan budaya dengan komunikasi sebagai senjata utamanya.
"Pendekatan budaya dan mediasi sebagai wujud komunikasi para pihak yang berkonflik kerap kali dipinggirkan. Padahal, dalam iklim demokrasi, mediasi berbudaya adalah jalan bersama untuk menjembatani kesenjangan sosial dan ketidakadilan, terutama terjadinya marjinalisasi politik. Sehingga dikotomi mayoritas minoritas tidak terjadi lagi di masa mendatang. Indonesia adalah satu," ujar Ali, dalam Debat Bernegara Konvensi Partai Demokrat di Islamic Center Ambon, Selasa (11/3/2014).
Ali menerangkan, ketidakadilan akses sosial, ekonomi dan politik adalah penyebab konflik horizontal. Contoh yang paling kentara adalah konflik terkait pemilihan kepala daerah dan pemekaran wilayah sebagai imbas penerapan otonomi daerah (Otda). Sudah tidak terhitung berapa banyaknya konflik antarwarga yang terjadi karena pemilukada.
Padahal, pemilihan pemimpin daerah secara langsung merupakan salah satu indikator dari keberhasilan demokrasi dari bawah. Selain itu, banyaknya terjadi pemekaran di negeri ini, ternyata berbanding lurus dengan intensitas konflik yang terjadi. Hal ini sungguh disayangkan, padahal keberlangsungan Otda begitu esensial bagi transisi demokrasi bangsa ini pasca rezim otoritarian.
"Keadilan menjadi kata kunci dalam proses resolusi konflik. Tidak ada satupun rakyat Indonesia dimanapun mereka berada yang tidak ingin mendapatkan keadilan," urai Ketua Umum Ikatan Sarjana NU ini.
Oleh karena itu, untuk mempercepat penyelesaian konflik horizontal, Ali merasa bahwa model penanganan masalah harus bergeser untuk benar-benar menyentuh problem mendasar yang terjadi di tengah masyarakat. imbauan, arahan, dan pernyataan dari pemerintah harus disinergiskan dengan kemampuan otoritas sipil politik lokal dalam membuka pintu komunikasi dan mendorong upaya mediasi budaya melalui kesepakatan damai yang adil dan setara antara pihak yang bertikai.
"Pemerintah dan masyarakat tidak boleh hidup sendiri-sendiri. Dalam penanganan masalah apapun, masyarakat luas harus terlibat bersama pemerintah untuk mengatasinya. Indonesia adalah negara gotong royong. Pemerintah tidak boleh meninggalkan rakyatnya sendirian," tegasnya.
Selain itu, menurut Ali, untuk mencegah konflik terjadi, masyarakat Indonesia perlu memperkuat kembali etos kebangsaan yang kental akan prinsip pluralisme.
"Kita perlu menengok kembali perjuangan para pendiri bangsa untuk merumuskan Pancasila sebagai dasar negara dengan lima prinsip yang menjamin kerukunan nasional berbasis kemajemukan dan pluralisme. Dari situ, kita berangkat untuk memperkuat ketahanan nasional di segala aspek kehidupan. Dimulai dari aspek ideologi kebangsaan yang akan menjalar ke aspek kehidulan lainnya. Sehingga bangsa ini mempunyai ketahanan yang lentur namun tetap kuat, tidak mudah dipatahkan oleh kekuatan yang mengancam integrasi bangsa," kata Capres dengan Visi Indonesia Adil, Makmur, dan berMartabat ini.