Suap SKK Migas
Fahri Hamzah: Sutan Bhatoegana Diintai Mirip Bandar Narkoba
Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah menilai terbukanya hasil sadapan antara Anggota DPR Sutan Bathoegana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fahri Hamzah menilai terbukanya hasil sadapan antara Anggota DPR Sutan Bathoegana dan eks Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini seharusnya membuat bangsa Indonesia mengucapkan belasungkawa bahwa ternyata di negeri ini ada operasi intelijen dan penyadapan yang secara aktif mengintai rakyat Indonesia.
"Ternyata negara yang menghargai HAM telah mati dan kita semua kembali ke zaman batu di mana negara secara sepihak merampas kebebasan individu dan privasi," kata Fahri dalam keterangannya, Rabu (26/2/2014).
Menurut politisi PKS ini KPK harus menjelaskan kepada publik kapan seseorang mulai disadap dan khususnya dalam kasus ini apa dasar penyadapan atas Sutan dan Rudi yang keduanya adalah pejabat tinggi dalam industri strategis nasional.
"KPK juga harus menjelaskan kapan seseorang mulai dan berhenti disadap. Sebab dalam konvensi internasional menyadap adalah pelanggaran HAM," kata dia.
Dapat dibayangkan, menurut Fahri, bagaimana pengintaian itu dilakukan sebab sejak Ramadhan tahun lalu rupanya 2 pejabat tinggi ini telah diintai persis seperti pengintaian kepada pengedar narkoba.
"Maka antara penegakan hukum dan operasi intelijen telah digabung dan ini telah ditolak oleh konstitusi negara amandemen ke-4 dan termasuk UU intelijen," kata dia.
Sekali lagi, Fahri mengaku sudah sering menyatakan bahwa di Indonesia aturan penyadapan itu kosong setelah Mahkamah konstitusi (MK) membatalkan mandat PP penyadapan dari UU No. 11 tahun 2008 pasal 31 ayat 4.
"Karena itu kekosongan aturan ini sangat mungkin dipakai untuk melakukan penyadapan secara ilegal," kata dia.
Penyadapan di Indonesia ini, menurut Fahri, telah menjadi skandal yang paling besar dan telah mengarah kepada hancurnya kedaulatan dan stabilitas negara tapi Presiden SBY diam saja.
"Dapat dibayangkan betapa banyak rahasia negara di tangan orang-orang yang tak bertanggung jawab sekarang termasuk data pribadi Presiden SBY," kata dia. (Aco)