Konvensi Demokrat
Effendi Gazali Desak KPI Investigasi Tayangan Konvensi Demokrat di TVRI
Effendi Gazali menentang keras penggunaan TVRI untuk menayangkan acara pembukaan Konvensi Capres Demokrat
Tribunnews.com, Jakarta - Anggota Independen Komite Konvensi Partai Demokrat Effendi Gazali menentang keras penggunaan TVRI untuk menayangkan acara pembukaan dan peluncuran Konvensi Capres Demokrat pada 15 September lalu.
"Saya sudah puluhan tahun berjuang bersama akademisi lain untuk Penyiaran Publik yang independen dan adil. Tetapi sekarang dilanggar oleh tayangan konvensi itu!" tandas Effendi, ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (17/9/2013).
Dia mengharapkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan investigasi. Effendi Gazali menyatakan tidak perduli siapa pun yang meminta kepada TVRI, baik itu Komite, atau dari PD.
"Harusnya TVRI tidak mengabulkan. Apalagi kalau benar rumor di media sosial bahwa yang memintanya adalah pihak Istana. Karena jika TVRI sekali saja melakukan hal seperti ini, maka TVRI harus melakukan untuk semua partai politik yang melakukan konvensi atau kegiatan politik sejenis. Padahal kita belum punya aturan-aturan mengenai hal tersebut di TVRI," kata Effendi.
Namun demikian, Effendi juga menambahkan bahwa hal ini terjadi karena ketidakadilan akses parpol pada media TV. Ada parpol yang bisa seenaknya siaran langsung setiap kegiatannya, bahkan menayangkan iklan setiap lima menit. "Padahal digitalisasi TV bisa menjawab keadilan akses bagi semua parpol, juga memberi kanal pada KPK, LSM, dan universitas, serta untuk program-program pendidikan politik. Tapi Menkominfonya parah dan Presidennya tidak ngerti, ya mau apa lagi. Masa yang diujicoba standar DVBT, yang dilelang justru standar DVBT2. Belum lagi ditemukan anggaran ganda untuk set-of-box (decoder) seperti temuan Panja Digitalisasi TV (DPR) yang dipimpin Tantowi Yahya," kata Effendi.
Sekali lagi, lanjut Effendi, apa mau dikata, kita tetap akan bergelimang dosa korupsi akibat high-cost politics. "Penyebabnya tidak lain karena menterinya error dan presidennya tidak mengerti masalah," ujarnya. (aco)