Majelis Hakim PK Sudjiono Timan Dicurigai Terima Suap
Kasus pengabulan permohonan PK terpidana Sudjiono Timan oleh Mahkamah Agung (MA), mulai menemukan titik terang.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pengabulan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana Sudjiono Timan oleh Mahkamah Agung (MA), mulai menemukan titik terang.
Berdasarkan temuan Tim Panel Investigasi Komisi Yudisial (KY), petunjuk mengarah kepada perilaku tidak wajar dari majelis hakim, atas perkara yang diajukan istri Sudjiono.
"Dari satu pihak, ada petunjuk mengarah ke perilaku yang tidak wajar," ujar Ketua Tim Panel Investigasi KY Taufiqurrahman Syahuri, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (12/9/2013).
Taufiqurrahman menuturkan, perilaku tak wajar mengarah kepada adanya dugaan suap dalam proses PK.
Keterangan tersebut diperoleh dari seorang pengacara dari pihak yang berperkara. Meski begitu, Taufiqurrahman mengatakan investigasi masih terus berlangsung, serta mendalami keterangan dari berbagai pihak lain.
Taufiq mengakui, bukan perkara gampang untuk mengungkap fakta di balik lolosnya PK seorang buronan.
"Investigasi masih berjalan. Memang sampai sekarang belum ada laporan konkret dari investigasi. Indikasinya kan memang ada. Tapi, perilaku yang tidak terkait (teknis sidang) PK yang belum bisa kami buktikan sampai sekarang. Sebetulnya, ada yang tahu (faktanya), tapi kalau dia pilih bungkam ya bagaimana? Sabar lah," tuturnya.
Petunjuk lainnya, lanjut Taufiqurrahman, adanya jumlah kekayaan yang tidak wajar dari anggota majelis hakim PK.
"Memang ada anggota majelis hakim PK yang kami curigai," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, MA membebaskan mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan, terpidana korupsi Rp 369 miliar, setelah mengabulkan permohonan PK yang diajukan kuasa hukum pemohon.
Perkara bernomor 97 PK/Pid.Sus/2012, diadili oleh ketua majelis hakim Suhadi didampingi Andi Samsan Nganro, Sophian Marthabaya, dan dua hakim ad hoc sebagai anggota.
Sudjiono termasuk dalam 14 koruptor yang menjadi buronan Kejaksaan Agung. Saat hendak dieksekusi pada Selasa 7 Desember 2004, Sudjiono melarikan diri. (*)