Jumat, 3 Oktober 2025

Majelis Hakim PK Sudjiono Timan Dilaporkan ke KY

Komisi Pemantau Peradilan hari ini melaporkan majelis hakim dalam penanganan permohonan PK Sudjiono Timan, ke Komisi Yudisial (KY).

Penulis: Eri Komar Sinaga

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemantau Peradilan hari ini melaporkan majelis hakim dalam penanganan permohonan peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan, ke Komisi Yudisial (KY).

Dalam laporannya, Koalisi menduga telah terjadi pelanggaran kode etik terhadap permohonan PK yang diajukan istri Sudjiono Timan, seorang terpidana korupsi.

Koalisi menyatakan, upaya PK yang diajukan istri Sudiono selaku ahli waris, tidak sesuai prosedur dan cacat hukum, karena bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Seharusnya, permohonan PK sudah ditolak sejak tingkat pengadilan negeri, dan atau tidak diterima majelis hakim PK.

Ketentuan yang dilanggar adalah pasal 263 ayat 1 KUHAP yang berbunyi, terhadap putusan pengadilan yang telah memeroleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.

"Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka pengajuan PK hanya dapat dilakukan terpidana atau ahli warisnya. Istri Sudjiono Timan bukanlah ahli waris, karena Sudjiono selaku terpidana masih hidup atau belum meninggal. Tidak ada informasi yang menyebutkan Sudjiono Timan telah meninggal dunia," tutur Bahrain, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, didampingi Erwin Natoshi Oemar dari Indonesia Legal Roundtable, saat memberikan keterangan pers di KY, Jakarta, Jumat (30/8/2013).

Bahrain juga menilai Sudjiono tidak memiliki itikad baik, karena melarikan diri sejak 2004, ketika hendak dieksekusi Kejaksaan Agung. Karena itu, tindakan Sudjiono yang meminta istrinya mengajukan PK, dapat dimaknai untuk menghindari proses hukum.

Dugaan pelanggaran kode etik lainnya, lanjut Bahrain, majelis hakim mengabaikan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang pengajuan permohonan kembali dalam perkara pidana yang memerkuat SEMA Nomor 6 Tahun 1988.

SEMA tersebut melarang setiap terpidana mengajukan upaya hukum PK dalam perkara, tanpa dihadiri terpidana atau ahli warisnya.

Koalisi berarguman, pendapat Ketua Majelis Suhadi yang menyatakan SEMA 2012 tidak retroaktif (berlaku surut), menurutnya tidak dapat dibenarkan. Sebab, SEMA 2012 memerkuat SEMA 1988.

SEMA Nomor 1 Tahun 2012 dikeluarkan pada Juni 2012. Sedangkan permohonan PK terdaftar pada April 2012.

Koalisi juga memertanyakan sikap majelis hakim yang tidak memertanyakan status buron Sudjiono. Sangat mustahil majelis hakim tidak mengetahui Sudjiono masuk dalam daftar pencarian orang.

"Berdasarkan uraian di atas, terdapat sejumlah dugaan pelanggaan kode etik dan pedoman perilaku hakim, sesuai surat Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/2009 tentang kode etik dan perilaku hakim," beber Erwin.

Koalisi kemudian merekomendasikan KY segera memanggil dan memeriksa terlapor atau saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran kode etik tersebut.

Koalisi juga merekomendasikan KY bekerja sama dengan KPK, untuk menelusuri dugaan suap dalam penanganan PK tersebut.

Majelis hakim yang dilaporkan adalah Soehartono (Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan), Suhadi (Hakim Agung), Andi Samsan Nganro (Hakim Agung), Abdul Latief (Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung), dan Sofyan Marthabaya (Hakim Ad Hoc Tipikor pada Mahkamah Agung). (*)

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved