Minggu, 5 Oktober 2025

Kasus Hambalang

Abraham Samad: Presiden Sama Kedudukannya di Depan Hukum

Abraham Samad angkat bicara soal kabar yang menyebut nama presiden tersebut dalam audit investigatif tahap II BPK

Penulis: Edwin Firdaus
Warta Kota /Henry Lopulalan
Ketua KPK, Abraham Samad (tengah) menyaksikan persidangan Irjen Djoko Susilo di Pengadilan Negeri Tipikor Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2013). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad memastikan pihaknya akan bekerja secara profesional sebagai penegak hukum. Semua warga negara Indonesia, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, akan dijeratnya bila terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Yang ingin saya sampaikan kepada saudara bahwa KPK bekerja secara profesional dan on the track kemudian equality before the law. Semua warga negara sama kedudukannya di depan hukum. Presiden sama kedudukannya di depan hukum," kata Abraham Samad saat dikonfirmasi soal munculnya Presiden SBY dalam Audit Investigatif Tahap II BPK terkait Hambalang, di kantornya, Jumat (23/8/2013).

Abraham juga memastikan, pihaknya segera memvalidasi dugaan keterlibatan 15 anggota DPR dalam proyek Hambalang. Ke-15 nama tersebut tertuang di halaman ke 7 pada dokumen audit investigatif tahap II BPK.

Adapun Abraham mengaku belum membaca dokumen audit yang baru saja diserahkan Ketua BPK, Hadi Purnomo, itu siang tadi. Kendati demikian, dia mengimbau agar publik tidak berspekulasi lebih dini mengenai hasil audit tersebut.

"Kebetulan saya baru terima dan belum baca laporan ini," kata Abraham.

Sebelumnya, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut-sebut dalam kesimpulan hasil audit tahap II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas proyek pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Pada dokumen kesimpulan audit di halaman 42, dalam poin pertama tertulis, "Melakukan pertemuan dengan MRM tentang rencana proyek Sentul". MAT selaku Marketing DK-1 PT AK pertama kali bertemu dengan seseorang bernisial MRM sekitar awal Januari 2009, yang diperkenalkan oleh orang berinisial LHd.

Informasi dihimpun, MAT merujuk pada M Arief Taufiqurrahman, mantan Direktur Marketing PT Adhi Karya. Diketahui, KPK telah secara resmi mencegah M Arief Taufiqurrahman berpergian ke luar negeri sejak tanggal 3 Desember 2012 oleh KPK. Sedangkan, MRM merujuk pada Mindo Rosalina Manullang, mantan anak buah Muhammad Nazaruddin.

"Pada saat itu, MAT mewakili Kepala DK I (TBMN) menghadiri undangan kepada divisi BUMN di sebuah kantor yang terletak di jalan Casablanca, di belakang Hotel Haris, Jakarta Selatan. TBMN disebut-sebut adalah Teuku Bagus Mokhamad Noer, Ketua Konsorsium Proyek Hambalang.

"Pada pertemuan tersebut PT PP yang dihakili LHd dan PT DGI yang diwakili MRM menyatakan berminat mendapat proyek Hambalang," begitu tertulis dalam dokumen.

Dikabarkan, pertemuan itu sebenarnya membahas terkait kekurangan alokasi anggaran pendidikan tahun 2009 yang kurang dari 20 persen.

"Hal ini akan membahayakan posisi presiden yang kemungkinan disomasi," begitu bunyi kesimpulan hal 42 lagi.

Pada 2009, diketahui presiden yang masih menjabat hingga saat ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (PD).

Untuk memenuhi kekurangan 20 persen anggaran pendidikan tersebut maka diambil dari dana yang bersumber dari rekening 'BA 99'. Yang kemudian dana tersebut dialihkan jadi belanja modal di bidang pendidikan. Dari situlah Rosa akan berperan proyek-proyek (termasuk di dalamnya proyek Sentul) kepada beberapa BUMN Karya yang kemudian akan bekerja sama dengan PT Anak Negeri dan/atau PT Anugerah.

"Pada waktu itu proyek sentul tersebut hebdak diberikan kepada PT Pp seperti keinginan LHd. Selain itu MRM juga menunjukan daftar pekerjaan yang akan rencananya akan diberikan ke BUMN-BUMN Karya tertentu." Edwin Firdaus

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved