Senin, 6 Oktober 2025

Kongres Luar Biasa Demokrat

SBY Jadi Ketua Umum, Demokrat Diprediksi Tetap Kalah di Pemilu 2014

Penyebab elektabilitas Partai Demokrat tidak akan menjadi pemenang pada pemilu 2014 mendatang karena pemerintahannya sudah dianggap jalan

zoom-inlihat foto SBY Jadi Ketua Umum, Demokrat Diprediksi Tetap Kalah di Pemilu 2014
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan konferensi pers sebelum melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman dan Hongaria, di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Minggu (3/3/2013). Selain melakukan konferensi pers tentang kunjungannya, SBY juga mengomentari tentang dinamika politik nasional pascapenetapan status tersangka mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) menggantikan Anas Urbaningrum menjadi Partai Demokrat diprediksi tidak akan banyak menolong elektabilitas partai berlambang mercy tersebut pada pemilu tahun 2014 mendatang.

Partai Demokrat tetap akan terpuruk dan tidak meraih kemenangan.

"Saya tidak yakin meskipun SBY jadi ketum PD, tidak serta merta bisa menaikkan elektabilitas partai. Kondisi ini berbeda dengan tahun 2004 dan 2009, dimana persepsi publik tentang SBY juga baik," kata Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto kepada Tribunnews.com, Sabtu(30/3/2013).

Penyebab elektabilitas Partai Demokrat tidak akan menjadi pemenang pada pemilu 2014 mendatang karena pemerintahannya sudah dianggap jalan di tempat, dan banyak agenda terutama penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi yang terbengkalai.

"Selain juga persepsi publik yang kecewa karena SBY banyak mengurusi partai di fase akhir pemerintahannya. Sehingga meski SBY jadi ketum tak menjamin sukses menaikkan elektabilitas partai," ujarnya.

Gun Gun mengatakan skenario menjadikan SBY sebagai ketua umum untuk internal bisa saja itu menjadi solusi jangka pendek terutama untuk fase transisi hingga tahun 2015 untuk menjaga tidak mencuatnya konflik di internal.
Mengingat SBY sendiri masih dianggap sebagai simbol pemersatu, dengan risiko terbesar dia dianggap terjebak pengerdilan perannya.

"Jika skenario kedua diambil memang SBY akan lebih mudah mengendalikan partai, mengkanalisasi konflik internal dan mengorientasikan kepentingan politiknya menjadi kepentingan politik partai, tetapi ssecara substantif bagi SBY sendiri sangat berisiko. Risiko itu terkait dengan persepsi publik tentang peran-peran SBY ke depan,"ujarnya.

Publik lanjut Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute ini akan melihat SBY seharusnya bermetamorfosis dari presiden menjadi tokoh regional atau internasional, dari politisi atau birokrat menjadi negarawan, bukan sebaliknya mengambil peran segmented menjadi ketum partai.

"Kedua, dengan menjadi ketum partai, SBY sejatinya berbagi peran presiden dan ketum dan itu tak sehat," ujarnya.

Bisa saja untuk memerankan Ketum baru lanjut Gun Gun harus diperjelas juga, bagaimana posisi SBY di sejumlah jabatan lain di partai, sebagai ketua majelis tinggi, ketua dewan pembina, ketua majelis pertimbangan partai, apakah akan diborong semua?

"Tentu itu juga menjadi sorotan karena mengesankan SBY sedang mengkonsentrasikan power dalam seluruh genggamannya. Terus jika pun dia jadi ketum, sekjen juga apakah masih dipegang oleh Ibas yang notebene anaknya sendiri? Ini juga akan memantik persepsi publik soal kronisme," ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved